Sabtu, 17 Desember 2011

Jenis-Jenis Alat Penangkap Ikan Yang Masih di Pergunakan di Sulawesi Selatan

1. Jala Rompong, adalah jenis jaring yang panjangnya kurang-lebih 50 meter. Dipergunakan untuk menangkap ikan di laut dalam lepas pantai, yang sudah dipergunakan lebih dahulu dengan pemberian tanda-tanda dan alat-alat pengumpul ikan yang disebut rompong. Rompong itu terbuat dari sejumlah daun kelapa yang diikat dengan rotan, sehingga menjadi sebagai tumbuhan laut yang disukai oleh ikan-ikan yang berombongan sejenis. Rompong itu diikatkan pada batu dan pada permukaan air terdapat bambu yang diberi tanda kepunyaan dari nelayan tertentu. Sekitar rompong itulah pada waktu fajar diturunkan jala rompong dan dengan teknik-teknik tertentu ikan atau rombongan ikan sejenis itu memasuki jaringan dan tertangkap secara besar-besaran. 2. Jala Buang, adalah jenis alat penangkap ikan dengan mempergunakan jaring yang pada kakinya dibubuhi alat-alat pemberat dari timah. Jala ini dipergunakan di pesisir atau di sungai-sungai dengan mempergunakan tangan untuk membuangnya. 3. Puka’(pukat), juga adalah alat penangkap ikan semacam jaring-jaring yang memergok ikan-ikan memasuki daerah penangkapan. Alat ini dipergunakan di pantai-pantai pada kedalaman air tertentu. Para nelayan tidak perlu selalu mempergunakan perahu. 4. Panambe, adalah alat penangkap ikan yang apat menangkap ikan di daerah laut berbatu karang yang dangkal. Jaring-jaringnya tidak terlalu lebar sehingga tidak mencapai batu-batu karang. Bagian jaring yang mengapung disentak-sentak menyebabkan ikan menubruk jaring dan tertangkaplah ikan-ikan itu. 5. Bandong, alat penangkap ikan ini, banyak dijumpai di pinggir-pinggir pantai. Bandong merupakan jala segi empat yang penjuru-penjurunya ditempatkan pada tiang-tiang, kemudian jala itu ditenggelamkan ke dalam air. Orang mengawasi masuknya ikan ke jala yang dibenamkan itu dari atas sebuah pondok-pondok bertiang tinggi. Apabila ikan-ikan itu sudah masuk ke daerah jala maka jala itu pun diangkat dan tertangkaplah ikan-ikan itu. 6. Bagang, pada dasarnya sama dengan bandong, akan tetapi letaknya agak lepas pantai dan dilakukan penangkapan pada waktu malam hari dengan mempergunakan lampu-lampu storm-king yang kuat cahayanya. Cahaya yang kuat itu, menarik ikan-ikan berkerumun ke daerah jala, maka tertangkaplah mereka, karena tarikan cahaya lampu yang terang benderang. Pada malam hari di pantai Makassar kelihatan dari darat deretan-deretan lampu bagang yang menambah indahnya kota pantai Makassar.

Selasa, 13 Desember 2011

Alat-Alat Pencarian Hidup Orang Bugis-Makassar

Mata pencarian hidup orang Sulawesi Selatan yang dikenal semenjak dahulu kala, adalah bertani bagi yang berdiam di pedalaman dan daerah pegunungan dan berlayar atau menangkap ikan dengan berperahu bagi yang berdiam di daerah-daerah pesisir/pantai. Oleh karena itu, maka peralatan-peralatan untuk melaksanakan mata pencarian hidup dalam dua lapangan ini,menjadi benda-benda kebudayaan yang sangat penting dikalangan orang Bugis-Makassar. 1). Alat-alat pencarian hidup di laut/air. Yang termasuk dalam golongan ini adalah alat-alat utama seperti perahu untuk pengangkutan barang-barang niaga dan alat-alat penangkap ikan, sebagai nelayan, dapat disebutkan antara lain jenis-jenisnya sebagai berikut: a. Penisi/pinisi, Adalah jenis perahu dagang Bugis-Makassar dalam ukuran besar (20 sampai 100 ton). Jenis perahu ini mengarungi laut-laut besar dalam abad-abad lalu menghubungkan Makassar dengan kepulauan Nusantara baik di Timur maupun di Barat. Jenis perahu ini mempunyai dua tiang agung dengan layar berlapis-lapis di bagian depan, pada dua tiang agung, ditambah dua buah layar kecil pada masing-masing puncak tiang agung. Kemudian yang terpasang di belakang ada dua buah. Dahulu kala perahu jenis ini dipakai juga oleh armada-armada perang orang Bugis-Makassar untuk mengangkut tenaga-tenaga perang dan perlengkapannya, hanya saja jarang dipergunakan untuk perang laut, karena untuk penyerangan dan peperangan di laut dipergunakan jenis lain yang lebih lincah dan lebih cepat. Penisi, selaku perahu niaga, dipimpin oleh seorang Ana'koda (nakhoda), juru mudi, juru batu dan awak perahu lainnya yang disebut sawi. Perahu dagang jenis penisi, sampai sekarang masih dipergunakan untuk pelayaran niaga interinsuler yang dapat dijumpai di semua pelabuhan di negeri kita. b. Lambo' (Palari), Adalah jenis perahu dagang Bugis-Makassar dalam ukuran lebih kecil dari pinisi (10 sampai 50 ton). Sama halnya dengan pinisi, jenis ini pun dapat mengarungi laut yang jauh-jauh untuk mengangkut barang-barang niaga antarpulau. Bedanya dengan pinisi, lambo' palari, hanya mempunyai satu tiang agung, dengan layar berlapis-lapis dibagian depan, layar utama dan layar tambahan di puncak tiang agung. c. Lambo calabai, Adalah jenis perahu dagang Bugis-Makassar, yang berbentuk badan seperti bentuk kapal-kapal biasa. Tiang layar (tiang agungnya), biasanya hanya sebuah. Model layar seperti yang dipergunakan oleh pinisi atau lambo' palari. d. Jarangka', Adalah perahu dagang orang Bugis-Makassar yang berukuran rata-rata kecil, dan dipergunakan hanya untuk pelayaran sekitar pantai Sulawesi Selatan. Perahu jenis ini, mempergunakan layar segi empat dan lincah dalam menghadapi berbagai situasi di laut. Perahu jenis inilah dahulu dipergunakan untuk menjadi perahu-perahu perang dan kawal pantai, karena lincah laju. e. Soppe', Adalah juga jenis perahu dagang orang bugis makassar, dalam ukuran kecil ( 1 sampai dengan 10 ton) dipergunakan untuk angkutan barang-barang dagangan antar pulau sekitar pantai-pantai Sulawesi Selatan. Juga biasa dipergunakan untuk mengangkut penumpang antarpulau. f. Pajala, Adalah jenis perahu yang umum dipergunakan oleh nelayan lepas pantai (menangkap ikan jauh ke tengah laut). Mempergunakan layar segi empat dan lincah bergerak. jenis ini juga dipergunakan untuk menangkap ikan terbang jauh ke tengah laut dan berhari-hari lamanya meninggalkan pantai. awak-awak perahu pajala, agak berbeda dengan perahu dagang. Perahu nelayan semacam ini, dipimpin oleh seorang punjala (pemimpin dan mengemudikan perahu), dan yang lainnya disebut saja sawi, yang biasanya seluruhnya terdiri atas 5 sampai 10 orang. 2). Alat-alat pertanian Alat-alat pertanian orang Bugis-Makassar, khususnya untuk pengolahan tanah persawahan (padi) dipergunakan alat-alat yang pada umumnya sama dengan alat-alat pertanian daerah-daerah lain di Indonesia. Alat utama pada pembajakan sawah dipergunakan lukuh, (sakkala,[Bg] pajjeko [Mk]) yang ditarik oleh kerbau. Sistem pengairan pun dikenal, walaupun masih lebih dari separuh tanah persawahan di Sulawesi Selatan belum mempergunakan pengairan teknis. Disamping mempergunakan lukuh atau bajak, dibeberapa tempat tanah sawah yang berair itu untuk menjadikannya baik bila ditanami padi, maka ke dalam petak-petak sawah dikerahkan kerbau untuk menginjak-injaknya. setelah tanah menjadi lembut berlumpur, maka dilakukanlah pembersihan kemudian ditanami. Pacul dan linggis juga dikenal sebagai alat-alat pertanian di Sulawesi Selatan. Pada tanah-tanah tegalan untuk membongkar tanah dipergunakan linggis kemudian menggemburkannya dengan pacul. tanah demikian ditanami jagung atau palawija.