Rabu, 22 Oktober 2014

PERMEN 58 TENTANG MATA PELAJARAN SENI BUDAYA (lampiran III)

PERMEN 58 TENTANG MATA PELAJARAN SENI BUDAYA


VIII. SENI BUDAYA

 

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Kurikulum adalah sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk membangun kehidupan masa kini dan masa akan datang bangsa, yang dikembangkan dari warisan nilai dan prestasi bangsa di masa lalu, serta kemudian diwariskan serta dikembangkan untuk kehidupan masa depan. Ketiga dimensi kehidupan bangsa, masa lalu, masa sekarang, masa yang akan datang, menjadi landasan filosofis pengembangan kurikulum. Pewarisan nilai dan prestasi bangsa di masa lampau memberikan dasar bagi kehidupan bangsa dan individu sebagai anggota masyarakat. Modal nilai dan prestasi  yang digunakan dan dikembangkan untuk membangun kualitas kehidupan bangsa dan individu yang diperlukan bagi kehidupan masa kini, dan  keberlanjutan kehidupan bangsa dan warganegara di masa mendatang. Kurikulum  selalu menempatkan peserta didik dalam lingkungan sosial-budayanya, mengembangkan kehidupan individu peserta didik sebagai warganegara yang tidak kehilangan kepribadian dan kualitas untuk kehidupan masa kini yang lebih baik, dan membangun kehidupan masa depan yang lebih baik lagi.

Kurikulum disusun berdasarkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara singkatnya, undang-undang tersebut berharap pendidikan dapat membuat peserta didik menjadi kompeten dalam bidangnya. Di mana kompeten tersebut, sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang telah disampaikan di atas, yaitu harus mencakup kompetensi dalam ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 35 undang-undang tersebut.
Dengan demikian Kurikulum 2013 adalah dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara  dan peradaban dunia. Kurikulum adalah instrumen pendidikan untuk dapat membawa insan Indonesia memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan  keterampilan sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dibuat buku pedoman yang dapat membantu mengimplementasikan kurikulum 2013. Buku Pedoman ini disiapkan untuk dapat digunakan para guru, kepala dinas, kepala sekolah, dan stakeholders dalam Implementasi Kurikulum 2013 sesuai dengan kelas, dan jenjang pendidikan pada mata pelajaran seni budaya. Buku pedoman ini memberi pedoman bagi para pengguna mengenai (1) Karakteristik mata pelajaran Seni Budaya ; (2) Ruang lingkup Kurikulum 2013; (3) desain pembelajaran; (4) model pembelajaran; (5) Media dan sumber belajar ; (6) Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran; (7) Guru sebagai Pengembang Kultur Sekolah

B. Tujuan

Buku pedoman guru mata pelajaran seni budaya bertujuan untuk memberi panduan teknis dan praktis pada pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013. Sasaran pengguna buku panduan ini adalah guru mata pelajaran, pengawas sekolah, kepala sekolah, kepala dinas pendidikan dan stakeholders pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP).

C. Ruang Lingkup Buku Pedoman Mata Pelajaran Seni Budaya

Ruang lingkup buku pedoman mata pelajaran seni budaya memuat tujuan, sasaran, karakteristik mata pelajaran seni budaya, lingkup kompetensi inti dan kompetensi dasar serta materi pada setiap kelas pada jenjang pendidikan, model pembelajaran,  desain pembelajaran,    penilaian pembelajaran, media dan sumber pembelajaran, serta guru sebagai pengembang kultur sekolah.

D. Sasaran

Buku pedoman  ini digunakan dalam rangka penyusunan dan pengelolaan KTSP oleh:
1)   Dinas pendidikan atau kantor kementrian agama dan kabupaten/kota sebagai penentu materi muatan lokal dan pengembangan dan penyiapan tenaga pendidik serta sarana prasana,
2)           Pengawas yang melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum,
3)   Kepala sekolah sebagai penentu langkah kebijakan pelaksanaan pembelajaran Seni Budaya,
4)  Guru bidang studi Seni Budaya sebagai pedoman pelaksanaan kurikulum ke dalam pembelajaran,
5)   Orang tua yang dapat memberikan masukan terhadap jalannya pembelajaran seni Budaya dan memberikan pendampingan terhadap peserta didik
6)   Pihak-pihak  terkait   yang  dapat memberikan kontribusi dalam menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013










BAB II
KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN SENI BUDAYA


A. Rasional

Mata pelajaran Seni Budaya merupakan aktivitas belajar yang menampilkan karya seni estetis, artistik, dan kreatif yang berakar pada norma, nilai, perilaku, dan produk seni budaya bangsa. Mata pelajaran ini  bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memahami seni dalam konteks ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta berperan dalam perkembangan sejarah peradaban dan kebudayaan, baik dalam tingkat lokal, nasional, regional, maupun global. Pembelajaran seni di tingkat pendidikan dasar dan menengah bertujuan mengembangkan kesadaran seni dan keindahan dalam arti umum, baik dalam domain konsepsi, apresiasi, kreasi, penyajian, maupun tujuan-tujuan psikologis-edukatif untuk pengembangan kepribadian peserta didik secara positif. Pendidikan Seni Budaya di sekolah tidak semata-mata dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi pelaku seni atau seniman namun lebih menitik beratkan pada sikap dan perilaku kreatif, etis dan estetis . 

Pendidikan Seni Budaya secara konseptual bersifat (1) multilingual, yakni pengembangan kemampuan peserta didik mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media, dengan pemanfaatan bahasa rupa, bahasa kata, bahasa bunyi, bahasa gerak, bahasa peran, dan kemungkinan berbagai perpaduan di antaranya. Kemampuan mengekspresikan diri memerlukan pemahaman tentang konsep seni, teori ekspresi seni, proses kreasi seni, teknik artisitik, dan nilai kreativitas. Pendidikan seni bersifat (2) multidimensional, yakni pengembangan beragam kompetensi peserta didik tentang konsep seni, termasuk pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan  kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, dan etika. Pendidikan seni bersifat (3) multikultural, yakni menumbuh kembangkan kesadaran dan kemampuan peserta didik mengapresiasi beragam budaya nusantara dan mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan peserta didik hidup secara beradab dan toleran terhadap perbedaan nilai dalam  kehidupan masyarakat yang pluralistik. Sikap ini diperlukan untuk  membentuk kesadaran peserta didik akan beragamnya nilai budaya yang hidup di tengah masyarakat. Pendidikan seni berperan mengembangkan (4) multikecerdasan, yakni peran seni membentuk pribadi yang harmonis sesuai dengan perkembangan psikologis peserta didik, termasuk kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual-spasial, verbal-linguistik, musikal, matematik-logik, jasmani-kinestetis, dan lain sebagainya.

B. Tujuan

Mata Pelajaran Seni Budaya bertujuan untuk menumbuhkembangkan kepekaan rasa estetik dan artistik, sikap kritis, apresiatif, dan kreatif pada diri setiap peserta pendidik secara menyeluruh. Sikap ini hanya mungkin tumbuh jika dilakukan serangkaian proses aktivitas berkesenian pada peserta didik. Mata pelajaran Seni Budaya memiliki tujuan khusus, yaitu;
1. Menumbuhkembangkan sikap toleransi,
2. Menciptakan demokrasi yang beradab,
3. Menumbuhkan hidup rukun dalam masyarakat majemuk,
4. Mengembangkan kepekaan rasa dan keterampilan
5. Menerapkan teknologi dalam berkreasi
6. Menumbuhkan rasa cinta budaya dan menghargai warisan budaya  Indonesia
7. Membuat pergelaran dan pameran karya seni.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup  mata pelajaran Seni Budaya memiliki 4 aspek seni, yaitu:
(1) Seni Rupa
Apresiasi seni rupa, Estetika seni rupa, Pengetahuan bahan dan alat seni rupa, Teknik penciptaan seni rupa, Pameran seni rupa, Evaluasi seni rupa, Portofolio seni rupa. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) memuat penerapan ragam hias dan ilustrasi.
(2) Seni Musik
Apresiasi seni musik, Estetika seni musik, Pengetahuan bahan dan alat seni musik, Teknik penciptaan seni musik, Pertunjukan seni musik, Evaluasi seni musik, Portofolio seni musik. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) memuat pengenalan teknik vokal dan alat musik.
(3) Seni Tari
Apresiasi seni tari, Estetika seni tari, Pengetahuan bahan dan alat seni tari, Teknik penciptaan seni tari, Pertunjukkan seni tari, Evaluasi seni tari, Portofolio seni tari. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) mata pelajaran seni tari melakukan dan mengkreasikan tari bentuk.
(4) Seni Teater
Apresiasi seni teater, Estetika seni teater, Pengetahuan bahan dan alat seni teater, Teknik penciptaan seni teater, Pertunjukkan seni teater, Evaluasi seni teater, Portofolio seni teater. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) memuat pengenalan teknik bermain teater.
Dari ke-4 aspek mata pelajaran Seni Budaya yang tersedia, sekolah wajib melaksanakan minimal 2 aspek seni.

D. Muatan Lokal

Sesuai dengan Kerangka dasar dan Struktur Kurikulum tahun 2013, muatan lokal dapat diajarkan secara terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya di SMP/MTs atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Muatan lokal merupakan bahan kajian pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya.
Muatan lokal sebagai bahan kajian yang membentuk pemahaman terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya bermanfaat untuk memberikan bekal sikap, pengetahuan, dan keterampilan kepada peserta didik agar:
(1)   Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya;
(2)   bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; dan
(3)   Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Intergrasi muatan lokal kedalam mata pelajaran seni budaya dapat memberi peluang bagi guru untuk mengenalkan potensi-potensi seni dan budaya lokal yang dekat dengan lingkungan pada peserta didik. Hal ini akan memudahkan guru dan sekolah dalam menentukan sumber belajar, maupun narasumber dari lokal. Peserta didik dapat di bawa ke kelompok, grup-grup seni, rumah atau tempat seniman lokal berkarya, yang ada diwilayah terdekat. Bahkan terlibat langsung pada peristiwa-peristiwa budaya lokal yang menjadi agenda budaya rutin didaerahnya.

Dengan karakteristik mata pelajaran seni budaya seperti demikian, dapat menjadi sarana konservasi dan pengembangan budaya lokal, sehingga budaya tersebut terjaga kelestarian dan peluang untuk pengembangannya tetap terbuka melalui lembaga pendidikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III
KURIKULUM 2013


Permendikbud  tentang Standar Isi memuat kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Selanjutnya, tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan peserta didik, kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang.
Dalam usaha mencapai Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah ditetapkan untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan, penguasaan kompetensi lulusan dikelompokkan menjadi beberapa Tingkat Kompetensi. Tingkat kompetensi menunjukkan tahapan yang harus dilalui untuk mencapai kompetensi lulusan yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Tingkat Kompetensi merupakan kriteria capaian Kompetensi yang bersifat generik yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada setiap tingkat kelas dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan. Berdasarkan Tingkat Kompetensi tersebut ditetapkan Kompetensi yang bersifat generik yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan Kompetensi yang bersifat spesifik dan ruang lingkup materi untuk setiap muatan kurikulum. Secara hirarkis, kompetensi lulusan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan Kompetensi yang bersifat generik pada tiap Tingkat Kompetensi. Kompetensi yang bersifat generik ini kemudian digunakan untuk menentukan kompetensi yang bersifat spesifik untuk tiap muatan kurikulum. Selanjutnya, Kompetensi dan ruang lingkup materi digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada pengembangan kurikulum satuan dan jenjang pendidikan.
Kompetensi yang bersifat generik mencakup 3 (tiga) ranah yakni sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi sikap spiritual dan sikap sosial. Pemilahan ini diperlukan untuk menekankan pentingnya keseimbangan fungsi sebagai manusia seutuhnya yang mencakup aspek spiritual dan aspek sosial sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, Kompetensi yang bersifat generik terdiri atas 4 (empat) dimensi yang merepresentasikan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.
Setiap Tingkat Kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses pembelajaran dan penilaian. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran dan penilaian pada tingkat yang sama memiliki karakteristik yang relatif sama dan memungkinkan terjadinya akselerasi belajar dalam 1 (satu) Tingkat Kompetensi. Selain itu, untuk Tingkat Kompetensi yang berbeda menuntut pembelajaran dan penilaian dengan fokus dan penekanan yang berbeda pula. Semakin tinggi Tingkat Kompetensi, semakin kompleks intensitas       pengalaman belajar peserta didik dan proses pembelajaran serta penilaian.
Kompetensi dalam setiap tingkat kompetensi akan menjadi Kompetensi Inti pada setiap kelas atau program. Kompetensi Inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan Kompetensi Dasar.  Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti menggunakan rumusan sebagai berikut:
1.   Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;
2.   Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;
3.   Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan
4.   Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar  dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:
1.   Kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;
2.   Kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
3.   Kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; dan
4.   Kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.
Pengorganisasi ruang lingkup materi seni budaya  dikembangkan sesuai dengan prinsip mendalam dan meluas, mulai dari jenjang SD/MI sampai dengan jenjang SMA/MA/SMK/MAK. Prinsip mendalam berarti materi seni budaya  dikembangkan dengan materi pokok sama, namun semakin tinggi tingkat kelas atau jenjang semakin mendalam pembahasan materi. Prinsip meluas berarti lingkungan materi dari keluarga, teman pergaulan, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara, serta pergaulan dunia. Kedalaman dan keluasan materi dapat dilihat dari rumusan kompetensi inti dan  kompetensi dasar yang merupakan gradasi setiap kompetensi, yaitu :
1.   Pengembangan KI dan KD ranah sikap jenjang  SMP/MTs kemampuan menghargai dan menghayati.
2.   Pengembangan KI dan KD ranah pengetahuan jenjang  SMP/MTs kemampuan memahami dan menerapkan.
3.   Pengembangan KI dan KD ranah ketrampilan jenjang  SMP/MTs kemampuan mencoba, menyaji dan menalar.
4.   Ruang lingkup pengetahuan Jenjang SMP/MTs pengetahuan faktual, konsep, dan prosedur.
5.   Lingkungan pengembangan pengetahuan pada jenjang SMP/MTs pada sekolah dan pergaulan sabaya.

Adapun ruang lingkup kompetensi dan materi mata pelajaran seni budaya dapat dirinci sebagai berikut :
Lingkup kompetensi dan materi mata pelajaran di SMP/MTs
Mata pelajaran Seni Budaya di SMP/MTs menekankan pada aspek apresiasi dan kreasi, dalam ranah pendidikan dapat diurai menjadi kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut cara bekerjanya simultan dan tidak dapat dipisahkan satu diantaranya, sedangkan dalam proses penciptaan seni, ditekankan pada proses pengembangan kreativitas, menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Seni Budaya melibatkan semua bentuk kegiatan berupa aktivitas fisik dan cita rasa keindahan. Aktivitas fisik dan cita rasa keindahan itu tertuang dalam kegiatan apresiasi, eksplorasi, eksperimentasi dan kreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran. Masing-masing aktivitas mencakup pembinaan dan pemberian fasilitas mengungkap gagasan seni, keterampilan berkarya serta apresiasi dalam konteks sosial budaya masyarakat.

LEVEL
KOMPETENSI
KELAS
KOMPETENSI
RUANG LINGKUP MATERI
4
VII - VIII
·  memahami keberagaman karya dan nilai seni budaya  
·  membandingkan masing-masing karya seni dan nilai seni budaya untuk menemukenali/merasakan keunikan/keindahan
·  menghargai, memiliki kepekaan dan rasa bangga terhadap karya dan nilai seni budaya
·   memahami teknik dasar dan mampu menerapkannya dalam sajian karya dan telaah seni budaya
Seni Rupa
·      Ragam hias pada bahan tekstil dan kayu
·      Gambar model dan ilustrasi 
·      
Seni Musik
·      Teknik  vokal 
·      Ansambel campuran

Seni Tari
·      Elemen Tari
·      Peragaan Tari 

Seni Teater
·      Teknik bermain teater
·      Perencanaan pementasan teater
4a
IX
·  memahami keberagaman karya dan nilai seni budaya
·  membandingkan masing-masing karya nilai dan nilai seni budaya  untuk menemukenali/merasakan keunikan/keindahan
·   menghargai, memiliki kepekaan dan rasa bangga terhadap karya dan nilai seni budaya
·   memahami konsep, prosedur dan mampu menerapkannya dalam sajian karya dan telaah seni budaya


Seni Rupa
·     Lukis
·     Patung
·     Grafis
 
Seni Musik
·      Kreasi  musik
·      Penampilan musik

Seni Tari
·     Komposisi tari
·     Peragaan karya tari

Seni Teater
·     Teknik bermain teater
·     Konsep manajeman produksi
·     Pertunjukkan teater 








BAB IV
DESAIN PEMBELAJARAN


A.  Kerangka Pembelajaran
Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 merupakan penjabaran dari kompetensi  inti. Kompetensi inti pertama berisi sikap religius, yang kedua  berkenaan dengan sikap personal dan sosial, kompetensi inti ketiga berkenaan dengan muatan pengetahuan, fakta, konsep, prinsip sedangkan kompetensi inti keempat berkenaan dengan keterampilan.
Pembelajaran dilakukan dengan membahas kompetensi dasar dari kompetensi inti ketiga dan keempat sedangkan kompetensi dasar dari kompetensi inti pertama dan kedua selalu disertakan namun hanya dalam administrasi penulisan  saja sedangkan pada pelaksanaan pembelajaran tidak dibahas.
Pencapaian kompetensi dilakukan melaui proses belajar aktif  dengan aktivitas berkesenian seperti  menggambar, membentuk, menyanyi, memainkan lat musik, membaca partitur, menari, dan bermain peran serta membuat naskah drama, menggubah lagu, membuat sipnosis tari dan membauat tulisan tentang apresiasi seni.
Pada bagan di bawah ini pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan sikap diramu dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan kompetensi yang dapat diamati dan nyata yaitu meliputi :
·                   Karya bidang datar (2 dimensi) seperti;  gambar, desain, relief, motif hias
·      Karya bentuk ruang (3 dimensi) seperti; rancangan karya, benda kerajinan, patung, ukiran, tekstil
·      Karya tulisan seperti; tulisan kritik seni, partitur musik, sipnosis tari, naskah drama
·                   Unjuk kerja seperti; penampilan musik, tari, teater,  pameran dan,
·                   Perilaku seperti; empati, toleransi, apresiatif  
Gb Proses pembentukan kompetensi dalam seni budaya




 
 B. Pendekatan Pembelajaran Seni Budaya
Pembelajaran Seni Budaya merupakan proses pendidikan olah rasa membentuk pribadi  harmonis, dan menumbuhkan multikecerdasan.  Pembelajaran dilakukan dengan aktivitas berkesenian  sehingga  dapat meningkatkan kemampuan sikap menghargai, memiliki  pengetahuan, dan keterampilan dalam berkarya dan menampilkan seni dengan memperhatikan kebutuhan dan perkembangan peserta didik  serta sesuai dengan konteks masyarakat dan budayanya. Falsafah lama dari Kong Fu Chu mengatakan bahwa pembelajaran harus dialami oleh peserta didik. Falsafah itu mengungkapkan bahwa saya dengar saya lupa, saya lihat saya ingat dan saya lakukan saya mengerti. Lebih lanjut dapat dilihat pada gambar berikut.
Baca  10%
 
Berdiskusi  50%
 
Lihat diagram, film, peragaan 30%
 
Mengerjakan hal nyata 90%
 
Mempresentasikan  70%
 
Dengar 20%
 
Gb kerucut aktivitas belajar dengan perolehan pemahaman dan kompetensi yang dicapai  (sumber bahan belajar  aktif Balitbang dikbud 2007)
Aktivitas berkesenian merupakan kegiatan nyata dan konkret dilakukan oleh  peserta didik dalam pembelajaran seni budaya. Pada tingkat awal atau di sekolah dasar dan pendidikan anak usia dini, pembelajaran dilakukan dengan praktik dalam bentuk utuh, yaitu sebagai media untuk ekspresi komunikasi dan kreasi. Pengenalan unsur-unsur rupa dilakukan dengan kegiatan menggambar, membentuk, menggunting, menempel baru ditunjukan dan ditemukan konsepnya, pengenalan elemen musik dilakukan dengan menggunakan lagu model yaitu lagu yang dikenal dan diminati peserta didik kemudian baru ditunjukan elemen-elemen musiknya, pengenalan wiraga, wirama dan wirasa dalam tari ditingkat dasar dimulai dengan gerak dan lagu, sedangkan tingkat lanjutan mulai dikenalkan tari bentuk.
 Penjabaran lebih lanjut dalam rencana pembelajaran, aktivitas berkesenian muncul pada kompetensi dasar dari komptensi inti keempat. Dengan demikian pembelajaran pada jenjang awal atau pada sekolah dasar dan pendidikan anak usia dini dimulai dengan kompetensi dasar yang ada pada kompetensi inti keempat, baru dikenalkan pengetahuan dan konsepnya. Hal ini dapat dilakukan karena aspek atau cabang seni yang ada pada seni budaya mencakup seni rupa, musik dan tari pada sekolah dasar dan ditambah teater pada sekolah menegah pertama dan mengenah atas. Keempat cabang seni tersebut dapat dijadikan wahana kreativitas dan olah rasa walau belum mengerti aturan mainnya. Cabang-cabang seni tersebut dapat diajarkan secara terpadu atau berdiri sendiri. Pada jenjang sekolah lanjutan dapat dipilih dua cabang seni sesuai dengan kondisi yang ada.
Pembelajaran pada tingkat lanjut atau pada sekolah lanjutan pertama atau atas jika pemahaman mereka sudah baik pembelajaran dapat diberikan melalui pengetahuan (kompetensi dasar dari kompetensi inti yang ketiga) kemudian dipraktikan dalam suatu karya seni.
Pembelajaran  secara umum pada mata pelajaran seni budaya  dilakukan dengan membahas kompetensi dasar dari kompetensi inti ke-3 dan ke-4 saja, sedangkan kompetensi dasar dari kompetensi inti ke-1 dan ke-2 selalu disertakan namun dalam administrasi penulisan pada rencana pelaksanaan pembelajaran tidak dibahas secara dalam.
KD dari KI kedua
Sosial
 
KD dari KI Pertama
Religius
 
KD dari KI ketiga
Fakta, konsep, prinsip,
 
KD dari KI keempat
keterampilan
 


Gb Kompetensi dasar berkenaan dengan sikap, ketrampilan dan pengetahuan  merupakan input dalam proses pembelajaran


C. Strategi dan Metode Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran Seni Budaya menggunakan pendekatan belajar aktif  dan menyenangkan yang dilakukan melalui  aktivitas berkesenian. Hal ini sesuai dengan pendekatan saintifik yang dilakukan dengan aktivitas mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi dan mengomunikasikan.

















D. Rancangan Pembelajaran
Pembelajaran Seni Budaya dilakukan dengan memberikan pengalaman estetik mencakup konsepsi, apresiasi, kreasi dan koneksi. Keempat hal tersebut selaras dengan  Kompetensi Inti  yang ada pada kurikulum 2013, pertama tentang hubungannya dengan menjalankan ajaran agama yang dianutnya, kedua dengan menerapkan nilai-nilai dalam mengapresiasi karya seni, ketiga dengan memahami pengetahuan faktual berkaitan tentang materi seni budaya dan  keempat melakukan aktivitas   berkesenian yang meliputi  berekspresi, berkreasi dan berapresiasi     “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.”
Lebih lanjut bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran  (RPP) dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup:
1. Data sekolah, mata pelajaran, dan kelas/semester;
2. Materi pokok;
3. Alokasi waktu;
4. Tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi;
5. Materi pembelajaran; metode pembelajaran;
6. Media, alat dan sumber belajar;
7. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan
8. Penilaian.   


BAB V
MODEL PEMBELAJARAN


A.   Model-model Pembelajaran
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan guru pada pembelajaran mata pelajaran Seni Budaya diantaranya;

1)   Model Pembelajaran Kolaboratif
Pada model pembelajaran kolaboratif kewenangan dan fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya peserta didiklah yang harus lebih aktif. 

a.    Guru dan peserta didik saling berbagi informasi.
Dengan pembelajaran kolaboratif,  peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai  dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan teori, serta mengaitkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid. Pada mata pelajaran Seni Budaya guru dan peserta didik dapat saling bertukar pengalaman dalam berkreasi karya seni.
b.   Berbagi tugas dan kewenangan.
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri,  berbagi strategi dan informasi, menghormati antar peserta didik, mendorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna. Misalnya pada saat peserta didik merencanakan pergelaran dan pameran karya seni.

c.    Guru sebagai mediator.
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi  baru dengan pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebuntuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar. Misalnya guru menginformasikan sumber belajar seperti taman budaya, museum, sanggar, galery, sentra industri  seni kerajinan, sekaligus membimbing dalam memanfaatkan sumber belajar tersebut.
d.   Kelompok peserta didik yang heterogen.
Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas.  Pada kelas kolaboratif peserta didik dapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik. Hal ini dapat dilakukan pada saat kegiatan diskusi, apresiasi dan berkarya seni.

2)   Model Pembelajaran Berbasis Project Based Learning
Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.

Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Misalnya mata pelajaran Seni Budaya aspek Seni Rupa, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun bagaimanakah sebuah karya lukis diciptakan, kemudian guru membimbing peserta didik dalam mencari informasi tentang teknik membuat karya seni lukis.

Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.

Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing. Dengan pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja. Dengan demikian model pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah pembelajaran berbasis proyek.

Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa. Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi). Atau buatlah suasana belajar menyenangkan, bahkan saat diskusi dapat dilakukan di taman, artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas.

Sebagai contoh dalam mempersiapkan pergelaran tari atau musik, sesama guru Seni Budaya dapat bekerja sama sesuai dengan perannya masing-masing. Misalnya guru Seni Rupa merancang dekorasi panggung, guru Seni Teater membuat naskah pertunjukan dan seterusnya.
a.    Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.

Berikut ini 5 strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1)   Permasalahan sebagai kajian.
2)   Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman.
3)   Permasalahan sebagai contoh.
4)   Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5)   Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.
Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan berikut ini.

Guru sebagai Pelatih
Peserta Didik sebagai Problem Solver
Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi
o  Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran).
o  Memonitor pembelajaran.
o  Probbing (menantang peserta didik untuk berpikir).
o  Menjaga agar peserta didik terlibat.
o  Mengatur dinamika kelompok.
o  Menjaga berlangsungnya proses.
o  Peserta yang aktif.
o  Terlibat langsung dalam pembelajaran.
o  Membangun pembelajaran.
o  Menarik untuk dipecahkan.
o  Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari.

Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah:
1)     Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah
       Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2)     Pemodelan peranan orang dewasa.
       Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani perbedaan/jarak antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Berikut ini aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan.
·         PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
     Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan pameran karya seni rupa atau pergelaran karya seni musik, tari dan teater melalui kerjasama dengan seniman atau lembaga kesenian profesional.
·         PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memilih peran yang diamati tersebut.
     Untuk siswa SMK/MAK elemen magang dapat dilakukan melalui kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri.

3)     Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru. Contoh dalam pembelajaran Seni Budaya peserta didik tidak harus menguasai semua bidang seni, melainkan sesuai dengan minat dan bakatnya.

3)   Model Pembelajaran Discovery Learning
Model  Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi pada peserta didik yang tidak begitu saja menerima materi pembelajaran secara final, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

Sebagai contoh : sebelum peserta didik membuat karya seni tari, diawali dengan langkah mengamati hal  yang terkait dengan tema, selanjutnya peserta didik menemukan sesuatu yang baru untuk diaplikasikan dalam sebuah karya melalui eksplorasi. Kemudian akan dibandingkan, dikaitkan antara karya yang baru dengan karya yang lain untuk menghasilkan karya yang dapat dipergelarkan.

Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus Ekspositori peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery kepada peserta didik menemukan informasi sendiri, sampai mengomunikasikan. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya.

Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery Learning adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk menjadi seorang problem solver. Melalui kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.



B.   Pemilihan Model Pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilh model pembelajaran yaitu:
1.      Keadaan murid yang mencakup tingkat kematangan dan perbedaan individu.
2.      Tujuan yang hendak dicapai
3.      Situasi yang mencakup hal yang umum, seperti situasi kelas, situasi lingkungan
4.      Alat-alat yang tersedia       
5.      Kemampuan guru
6.      Sifat bahan pengajaran

Contoh :
  1. Dalam kelas yang heterogen, model pembelajaran kolaboratif dapat  dilakukan misalnya dalam  pembahasan materi estetika yang dibahas secara bersama-sama (kolaboratif) antara seni rupa, musik, tari dan teater.
  2. Model pembelajaran Discovery dapat diterapkan misalnya dalam bidang Seni Tari melalui proses menirukan dan mengembangkan gerak untuk  pengembangan kreativitas peserta didik.

C.   Kaitan Materi dan Model Pembelajaran

Guru sebelum melakukan pembelajaran perlu melakukan analisis terhadap materi dan menentukan model yang sesuai. Hal ini disebabkan setiap materi memiliki karakteristik tertentu sehingga tidak semua model dapat digunakan. Berikut contoh model pembelajaran yang dapat digunakan dalam menerapkan pembelajaran Seni Budaya terkait dengan materi yang terdapat dalam KI 3 dan KI 4.
1.    Model Pembelajaran Terkait Materi Seni Budaya (Aspek Seni Rupa)
Pada materi yang terkait dengan pengetahuan dan keterampilan, model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya problem based learning, karena model ini dapat membantu peserta didk dalam memecahkan masalah yang belum diketahuinya atau dapat berbagi informasi antar peserta didik. Ketika model ini dilaksanakan di kelas, guru dapat menilai perilaku peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya, sehingga sikap yang ditampilkan dapat memberikan informasi kepada guru tentang perilaku yang seharusnya dilakukan peserta didik saat kegiatan tanya jawab dan mengomunikasikan apa yang ingin disampaikan.

Khususnya pada KI 3 model ini sangat memungkinkan digunakan guru, karena pada KI ini berisi pengahuan secara konseptual, namun demikian dapat digunakan untuk memecahkan permaslahan di KI 4 yang berisi keterampilan sebagai implementasi dari KI 3.
Contoh : Untuk memberikan pemahaman tentang prosedur berkarya dalam Seni Rupa dapat diawali dengan memberikan stimulus berupa teknik membuat karya lukis, kemudian peserta didik mempunyai informasi yang lebih luas tentang teknik membuat karya lukis tersebut.

2.    Model Pembelajaran Terkait Materi Seni Budaya (Aspek Seni Musik)
Pada materi yang terkait dengan keterampilan, metode pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya Proyek Based Learning (PjBL), karena model ini diwajibkan untuk membuat suatu karya seni yang dapat ditampilkan. Waktu yang diberikan guru untuk pementasan karya seni tersebut dibagi menjadi beberapa tahapan, sehingga peserta didik harus memiliki perencanaan agar karya seni yang akan ditampilkan sesuai dengan jadwal yang diberikan guru.
Contoh :
Pada pembelajaran Seni Musik, dalam mempersiapkan pementasan Seni Musik guru membuat jadwal yang dimulai dari perencanaan, proses latihan, dan pementasan. Peserta didik harus mentaati jadwal tersebut, agar pementasan dapat dilakukan tepat waktu, untuk itu peserta didik dapat berbagi tugas dan bekerjasama antar teman sejawat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik.
3.    Model Pembelajaran Terkait Materi Seni Budaya (Aspek Seni Tari)
Materi Seni Tari yang terkait dengan pembelajaran berkarya seni tari, guru dapat menggunakan model Discovery Learning, karena model ini diharapkan agar peserta didik dapat menemukan suatu karya tari yang baru sesuai dengan kreativitas peserta didik. Kegiatan eksplorasi, improvisasi dan forming dalam membuat karya tari, peserta didik akan menemukan karya tari berdasarkan tema yang dipilih peserta didik
4.    Model Pembelajaran Terkait Materi Seni Budaya (Aspek Teater)
    Untuk materi teater, salah satu model yang dapat digunakan adalah
Kooperatif Learning, karena model ini lebih menekankan kepada    kerjasama antar peserta didik, dan guru dengan peserta didik. Sebagai contoh dalam penulisan naskah untuk pementasan. Guru sebagai mediator dalam membuat naskah membantu peserta didik dalam menemukan ide cerita menarik bagi  peserta didik, tetapi juga sesuai dengan karakteristik dan kemampuan ber-acting dalam memainkan tokoh cerita yang dibawakan.


BAB VI
PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN



A.   Strategi Dasar Penilaian Seni Budaya
Standar penilaian tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia No. 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan. Standar Penilaian bertujuan untuk menjamin:
a.    Perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai berdasarkan prinsip-prinsip penilaian;
b.   Pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan
c.  Pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran, baik menggunakan instrumen tes maupun non-tes. Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup; penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.
Dalam penilaian kurikulum 2013 memiliki cakupan beberapa ketentuan sesuai dengan rumusan kompetensi inti (KI) yaitu:
a) KI-1: kompetensi inti sikap spiritual.
b) KI-2: kompetensi inti sikap sosial.
c) KI-3: kompetensi inti pengetahuan.
d) KI-4: kompetensi inti keterampilan.
Sedangkan untuk setiap materi pokok tertentu terdapat rumusan KD untuk setiap aspek KI. Dengan demikian terdapat 4 KD materi pokok sebagai berikut:
1) KD pada KI-1: aspek sikap spiritual (untuk matapelajaran tertentu bersifat generik, artinya berlaku untuk seluruh materi pokok).
2) KD pada KI-2: aspek sikap sosial (untuk matapelajaran tertentu bersifat relatif generik, namun beberapa materi pokok tertentu ada KD pada KI-3 yang berbeda dengan KD lain pada KI-2).
3) KD pada KI-3: aspek pengetahuan
4) KD pada KI-4: aspek keterampilan


B.   Bentuk dan Teknik Penilaian Pada Mata Pelajaran Seni Budaya
Berbagai teknik  penilaian hasil Belajar Seni Budaya yang digunakan untuk
penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam Sistem
     Penilaian Kelas sebagai berikut:
1.   Penilaian Kompetensi Sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
a.    Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
Lembar observasi dapat disusun guru sesuai dengan KD dan aspek seni yang dipelajari, sehingga penilaian dalam bentuk observasi ini dapat melengkapi penilaian lainnya, agar perilaku peserta didik dapat lebih diamati dengan baik. Pada pembelajaran Seni Budaya lembar observasi biasanya berupa pengamatan dalam kegiatan mengeksplorasi dan berkreasi seni.
Contoh :
Lembar pengamatan peserta didik dalam untuk kegiatan Menirukan Gerak Tari Tradisi
No
Nama Siswa
Perilaku yang diamati
Keterbukaan
Kerajinan
Keaktifan
Kedisiplinan
1





2





3





4







b.     Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. Instrumen penilaian diri dibuat guru sesuai dengan KD dan indikator yang ingin dicapai, khususnya pada kemampuan mengapresiasi dan berkreasi seni. Berdasarkan penilaian diri, maka guru akan memberikan perbaikan pembelajaran terhadap peningkatan kompetensi melalui remedial, sedangkan untuk peserta didik yang memiliki kompetensi unggul maka guru dapat memberikan pengayaan. Penilaian diri memerlukan kejujuran dari peserta didik, untuk itu harus dilengkapi dengan penilaian antarpeserta didik.
Pada mata pelajaran Seni Budaya indikator kreatifitas, mandiri dan bertanggung jawab menjadi tujuan. Kreatifitas merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki dalam berkesenian, demikian pula kemandirian. Rasa tanggung jawab menjadi warga negara yang baik dapat direfleksikan melalui pemahaman terhadap berkehidupan bernegara seperti menghormati keberagaman budaya antar etnis, Sehingga mempunyai rasa memiliki terhadap budayanya sendiri dan menghargai budaya orang lain.
c.     Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik. Instrumen ini membantu dalam memberikan informasi ketika peserta didik melakukan penilaian diri.
d. Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
2.  Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
a.    Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
b.   Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
c.    Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas. Instrumen penugasan sering digunakan pada mata pelajaran Seni Budaya, khususnya pada komptensi yang menekankan kepada apresiasi seni.

3. Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1)   Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Tes praktik sangat umum digunakan untuk mengukur kompetensi keterampilan dalam mengekspresikan dan berkaya seni.
Contoh:
Kemampuan mengekspresikan tari kreasi tradisi yang dapat diidentifikasi melalui dimensi-dimensi dari variabel kemampuan menari, sehingga indikator-indikator yang harus dicapai dapat dirumuskan sesuai dengan tujuan pencapain hasil belajar menari tersebut
Aspek
Komponen
Skor
Bobot
1
2
3
4
Wiraga
1. Melakukan teknik gerak
2. Melakukan gerak penghubung
3. Kelancaran melakukan
    gerak  dari awal hingga akhir






50%

Jumlah





Wirama
4. Kesesuain gerak dengan irama
5. Kesesuaian gerak dengan ritme
6. Ketepatan gerak dengan
    Hitungan













30%

Jumlah





Wirasa
7. Ekspresi gerak
8. Harmonisasi gerak
9. Keserasian antara gerak dengan ekspresi wajah (karakter)






20%

Jumlah





Jumlah Keseluruhan








Keterangan Kriteria Penilaian (Rubrik)

No. Butir
Aspek yang diamati
1
4
Jika siswa mampu melakukan pengembangan teknik gerak berdasarkan tari tradisi
3
Jika siswa mampu melakukan pengembangan teknik gerak tetapi tidak berdasarkan tari tradisi
2
Jika siswa kurang mampu melakukan pengembangan teknik gerak berdasarkan tari tradisi
1
Jika siswa tidak mampu melakukan pengembangan teknik gerak berdasarkan tari tradisi
2
4
Jika siswa mampu melakukan gerak penghubung dengan baik
3
Jika siswa mampu melakukan gerak penghubung tetapi kurang jelas dalam melakukannya
2
Jika siswa mampu melakukan gerak penguhubung tetapi tidak dapat melakukannya dengan baik
1
Jika siswa tidak mampu melakukannya gerak penghubung
3
4
Jika siswa mampu menarikan dengan lancar gerak dari awal sampai akhir
3
Jika siswa mampu menarikan dengan kurang lancar gerak dari awal sampai akhir
2
Jika siswa mampu menarikan dengan tidak lancar gerak dari awal sampai akhir
1
Jika siswa tidak mampu menarikan gerak dari awal sampai akhir
4
4
Jika siswa mampu menari sesuai dengan irama
3
Jika siswa mampu menari kurang sesuai dengan irama
2
Jika siswa mampu menari tidak sesuai dengan irama
1
Jika siswa mampu menari sangat tidak sesuai dengan irama
5
4
Jika siswa mampu menari sesuai dengan ritme
3
Jika siswa mampu menari kurang sesuai dengan ritme
2
Jika siswa mampu menari tidak sesuai dengan ritme
1
Jika siswa mampu menari sangat tidak sesuai dengan ritme
6
4
Jika siswa mampu menari sesuai dengan hitungan gerak
3
Jika siswa mampu menari, tetapi kurang sesuai dengan hitungan gerak
2
Jika siswa mampu menari, tetapi tidak sesuai dengan hitungan gerak
1
Jika siswa tidak mampu menari dan tidak sesuai dengan hitungan gerak
7
4
Jika siswa mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
3
Jika siswa kurang mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
2
Jika siswa mampu mengekspresikan gerak, namun kurang sesuai dengan tema tari
1
Jika siswa tidak mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
8
4
Jika siswa mampu menari dengan harmonis
3
Jika siswa kurang mampu menari dengan harmonis
2
Jika siswa mampu menari tidak memperhatikan  harmonis
1
Jika siswa tidak mampu menari dengan harmonis
9
4
Jika siswa mampu menari dengan serasi antara gerak dengan ekspresi wajah (karakter)
3
Jika siswa mampu menari tanpa memperhatikan keserasian antara gerak dengan ekspresi wajah (karakter)
2
Jika siswa kurang mampu menari dengan serasi antara gerak dengan ekspresi wajah (karakter)
1
Jika siswa tidak mampu menari dengan serasi antara gerak dengan ekspresi wajah (karakter)

         

2)   Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. Penilaian projek dalam pembelajaran Seni Budaya dapat dilakukan guru pada kegiatan pameran atau pergelaran seni, selain itu juga dapat dalam bentuk membuat laporan, ulasan atau kritik seni yang dipresentasikan peserta didik.
Pada penilaian projek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a.    Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
b.   Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
c.    Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
Penilaian Projek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan sampai dengan akhir projek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale dan checklist.
3)   Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
a.       Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
b.      Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
c.       Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
a.       Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
b.      Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Contoh:
Penilaian  produk untuk materi Seni Rupa dilakukan terhadap tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian psikomotorik mendapatkan porsi lebih besar dibandingkan dengan kognitf dan afektif.
Di bawah ini adalah contoh penilaian terhadap hasil karya siswa.
No.
Aspek Penilaian
Skor
1
2
3
4
A
MELUKIS




1
Ide/gagasan




2
Komposisi




3
Kreativitas




4
Kerapihan dan kebersihan












4)   Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Penilaian portofolio diberikan agar karya peserta didik didokumentasikan dengan baik sebagai pendukung dalam kemampuan menilai kemampuan diri.     Portofolio dalam mata pelajaran Seni Budaya dapat berupa kumpulan hasil karya Seni Rupa atau karya-karya seni dalam bentuk VCD dan deskripsi karya seni.
C.   Pelaksanaan Penilaian dan Pelaporan Hasil Belajar
Pelaksanaan penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.   Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai dengan indikator dan mengembangkan instrumen serta pedoman penyekoran sesuai dengan teknik penilaian yang dipilih.
2.   Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran dan diakhiri dengan tes dan/atau nontes. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.
3.   Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang diintegrasikan dalam tema tersebut.
4.   Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai balikan (feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.
5.   Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
a) Nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-terpadu.
b)  Deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial.
6. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru Bimbingan dan Konseling, dan orang tua/wali) pada periode yang ditentukan.
7.  Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi kompetensi oleh wali kelas/guru


BAB VII
MEDIA DAN SUMBER BELAJAR


A.       Media
Media pembelajaran merupakan salah satu sarana penting dalam menyampaikan materi. Media pembelajaran dapat menjembatani keterbatasan ruang, waktu, dan tenaga di dalam pelaksanaan pembelajaran. Media audio visual dan audio dapat menjangkau ruang dan waktu tanpa batas. Media juga dapat menggantikan peran guru di dalam pembelajaran. Kehadiran guru pada kondisi tertentu dapat digantikan oleh media.

Pakar pembelajaran Gagne memberikan definisi yaitu, media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsang untuk belajar. Briggs memberikan definisi tentang media pembelajaran yaitu segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar. Gagne dan Briggs sepakat menyatakan bahwa media pembelajaran memiliki fungsi sebagai; (1) Memperjelas penyajian pesan; (2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra; (3) Mengatasi sikap pasif peserta didik; (4) Memberikan pengalaman sama kepada setiap peserta didik.

Dale seorang pakar media pembelajaran membuat piramida dan membagi dua bagian yaitu pembelajaran aktif dan pembelajaran pasif. Hubungan antara media dengan pembelajaran dapat dilihat pada kedua piramida di bawah ini:

Description: cone_of_learning_web
Description: cone_of_learning_web
 











Ada tiga jenis media yaitu audio (media dengar), visual (media lihat), dan audio visual (media pandang dengar). Media audio antara lain tape rekorder, peralatan yang dapat menimbulkan bunyi, Visual Compact Disc (VCD). Media visual antara lain gambar, foto, peraga, leaflet, pamlet, buku, majalah, koran, modul. Media audio visual antara lain film, animasi, video, game, YouTube. Mata pelajaran seni budaya dapat memanfaatkan ketiga jenis media sebagai sarana untuk memudahkan dalam pembelajaran.


B.   Sumber Belajar
Sumber belajar pada mata pelajaran seni budaya dapat berupa audio, visual dan audio visual. Pada mata pelajaran Seni Budaya materi pembelajaran dapat digali dari berbagai sumber belajar baik visual, audio maupun audio visual. Sedangkan jenis sumber belajar audio seperti kaset rekorder, CD, suara, radio, dongeng. Jenis sumber belajar visual antara lain buku, majalah, koran, alam semesta, pameran, sentra industri, museum, galeri, sanggar seni, reklame, poster. Jenis sumber belajar audio visual antara lain TV, DVD, pertunjukan.

Di dalam materi pembelajaran seni rupa sumber belajar yang paling sesuai dengan menggunakan visual contohnya alam semesta dapat dijadikan sebagai sumber ide dalam berkarya baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Materi pembelajaran seni musik lebih sesuai dengan sumber belajar audio karena salah satu membangun kepekaan rasa dengan cara mendengar. Materi pembelajaran seni tari lebih sesuai dengan menggunakan sumber belajar audio visual dimana akan terlihat antara gerak dengan suara atau iringan. Sedangkan materi pembelajaran seni teater lebih sesuai dengan menggunakan ketiga sumber belajar tersebut karena pada saat pertunjukan antara visual, audio, dan audio visual saling mendukug. Guru mata pelajaran seni budaya harus dapat mengidentifikasi dan menentukan sumber belajar yang tepat sesuai dengan kompetensi dasar yang ada. Hal ini dikarena setiap kompetensi dasar memiliki perbedaan materi pembelajaran. 


BAB VIII
GURU SENI BUDAYA SEBAGAI PENGEMBANG BUDAYA DI SEKOLAH


Dalam aktivitas pendidikan di sekolah dikembangkan budaya sekolah yang berbasis kepada ajaran-ajaran agama dan kebiasaan-kebiasaan baik yang dikembangkan dari budaya setempat. Budaya Sekolah adalah tradisi sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah. Tradisi itu mewarnai kualitas kehidupan sebuah sekolah. Ditunjukkan dari yang paling sederhana, misalnya cara mengatur parkir kendaraan guru, peserta didik, dan tamu. Cara memasang hiasan di dinding-dinding ruangan, sampai dengan persoalan-persoalan menentukan seperti kebersihan kamar kecil, situasi proses pembelajaran di ruang-ruang kelas, cara kepala sekolah memimpin rapat bersama staf, merupakan bagian integral dari sebuah budaya sekolah (Pengembangan Budaya Sekolah, Depdiknas, 2004)

Budaya sekolah dikembangkan dalam upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif sehingga pada akhirnya akan melahirkan insan-insan pendidikan yang memiliki karakter dan kepribadian yang baik.
Kultur sekolah dikembangkan dengan terus menerus menggali kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam budaya daerah setempat maupun budaya global. Kultur sekolah yang baik menjadi salah satu penentu keberhasilan penyelenggaraan proses pendidikan. Kultur sekolah yang baik diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan yang tidak hanya memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif

Dalam kaitannya dengan pengembangan kultur sekolah guru harus menjadi teladan sesuai dengan prinsip yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara : “ing ngarso sung tulodo.” Guru harus menjadi teladan bagi peserta didik terhadap pelaksanaan kultur sekolah agar peserta didik menjadi pribadi yang diharapkan sesuai tujuan pendidikan.

Sebagaimana pendapat Djoyonegoro (Suyanto dan Abbas 2001:148) , berbagai perbekalan yang diberikan di sekolah oleh guru pada hakikatnya untuk meningkatkan tiga nilai dasar yaitu: (1) membangun atau membentuk siswa yang memiliki orientasi kedepan dengan ciri-ciri antara lain luwes, tanggap terhadap perubahan, dan memiliki semangat berinovasi, (2) senantiasa punya hasrat untuk mengeksploitasi lingkungan dan kekuatan-kekuatan alam, artinya tidak hanya tunduk pada nasib, sebaliknya senantiasa berusaha memecahkan masalah dan mengasai IPTEK, (3) memiliki orientasi terhadap karya yang bermutu atau punya achievement penilaian yang tinggi terhadap hasil karya. Untuk menuju internalisasi nilai-nilai dimaksud siswa harus dipacu motivasinya untuk berprestasi  dan semangat belajarnya demi terwujudnya kinerja siswa yang dicita-citakan setiap sekolah.

Nilai-nilai yang harus dikembangkan guru sebagai teladan antara lain ;
1. Senantiasa tampil sebagai pribadi yang sholeh dalam pengamalan nilai-nilai
    agama.
2. Memiliki komitmen untuk terus belajar dalam upaya mengembangkan
    pengetahuan dan wawasannya.
3. Menjadi pribadi yang terbuka terhadap pendapat orang lain.
4. Menjadi pribadi yang mampu bersosialisasi dalam masyarakat yang
    heterogen dengan mengembangkan sikap saling tolong  menolong dan
    bergotong  royong.
5. Mencintai lingkungan dan senantiasa berorientasi pada  pelestarian alam
    dalam setiap tindakannya.
6. Menampilkan sikap jujur dan kemandirian.

Dari sisi lain sekolah sebagai lembaga pendidikan juga harus dikembangkan sebagai lingkungan aktivitas belajar dan sumber belajar.
Menurut Oemar Hamalik (2001: 28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.Sedangkan, Sardiman A.M. (2003 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori”.
Jadi dalam aktivitas belajar guru harus semaksimal mungkin memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai pusat aktivitas belajar dan sumber belajar. Belajar tidak melulu harus dalam ruang kelas, tapi bisa di halaman sekolah. Belajar tidak hanya dari buku atau slide, tetapi bisa langsung dari kondisi nyata yang ada di lingkungan sekolah. Berdiskusi tidak mesti harus dengan meja di ruang kelas, tetapi bisa juga di bawah pohon yang ada di lingkungan sekolah. Meneliti tidak selalu harus di laboratorium, tetapi bisa juga di tempat pembuangan sampah yang ada di sekolah.

Dalam kaitannya dengan mata pelajaran Seni Budaya, guru dapat memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber ide/gagasan, obyek dalam berkarya seni, tempat berlatih seni dan memamerkan atau mempergelarkan sebuah pertunjukan seni. Dalam rangka mengembangkan sekolah sebagai sumber belajar dan lingkungan aktivitas belajar perlu dikembangkan kerjasama antara guru dengan beberapa pihak, seperti :
1. Guru mata pelajaran dengan guru mata pelajaran lain
Tak bisa dipungkiri lagi bahwasannya pengetahuan berkembang dan dikembangkan melalui kerjasama beberapa disiplin ilmu. Kerjasama antar guru mata pelajaran yang berbeda dimasudkan agar materi-materi pokok yang akan diberikan kepada peserta didik memiliki keberagaman cakupan pengetahuan,  sehingga aplikasinya dalam kehidupan nyata mampumemecahkan berbagai persoalan yang ada. Sebagai contoh ; guru seni budaya dapat bekerjasama dengan guru bidang studi IPA dalam pengembangan bahan ajar, misalnya untuk materi : bahan dan media dalam karya seni rupa.
2. Guru dengan peserta didik
    Hubungan antara guru dengan peserta didik harus dikembangkan secara lebih luas dalam kaitannya dengan pengembangan pengetahuan. Peserta didik tidak boleh lagi dipandang hanya sebagai pihak penerima pengetahuan tetapi juga sebagai unsur pengembang pengetahuan. Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh peserta didik secara mandiri harus mampu diserap oleh guru dalam upaya mengembangkan pembelajaran. Guru juga dapat mengajak peserta didik untuk melakukan eksperimen dalam upaya memanfaatkan alam serta  lingkungan untuk menghasilkan karya seni yang bermanfaat bagi masyarakat atau lingkungan itu sendiri.
3. Guru dengan orangtua
    Orangtua sebagai bagian dari stakeholder dapat diajak berperan serta dalam rangka menciptakan iklim belajar yang lebih variatif. Dalam hal ini orangtua yang berprofesi sebagai seniman profesional dapat dijadikan sumber belajar dengan ikut memberikan pengetahuan sebagai pengaya dari yang sudah disampaikan guru, maupun dengan sharing pengalaman. Melalui bentuk yang lain, orangtua dapat diajak bekerjasama dalam menyelenggarakan sebuah pameran atau pergelaran seni.
4. Guru dengan masyarakat
    Masyarakat adalah komunitas yang mendukung terselenggaranya suatu proses pendidikan. Tapi masyarakat juga sumber belajar yang terbuka dan terus menerus mengembangkan dirinya. Peran serta masyarakat yang utama dalam kerjasamanya dengan sekolah-khususnya guru adalah menjadi pihak yang mengapresiasi hasil karya yang dibuat oleh komunitas pendidikan di  sekolah. Peran serta yang lebih nyata adalah melibatkan masyarakat dalam ikut memanfaatkan hasil karya yang dibuat oleh peserta didik atau masyarakat dilatih untuk dapat berkreasi sendiri dan memanfaatkan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan mereka senidiri juga.





BAB IX
PENUTUP


Penyusunan Buku Pedoman Mata Pelajaran Seni Budaya dimaksudkan sebagai petunjuk bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran  berdasarkan Kurikulum 2013 di masing-masing tingkat satuan pendidikan. Guru dapat menggunakan buku ini dan mengembangkannnya sesuai dengan karakteristik sekolah dan peserta didik, sehingga sangat memungkinkan guru untuk berkreativitas dalam memodifikasi materi dan model pembelajaran.

Buku pedoman ini bukanlah satu-satunya pedoman yang digunakan guru, tetapi guru dapat mencari sumber lain sebagai pengayaan untuk memperkuat kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah.

Pada beberapa bagian hanya berupa contoh yang dipaparkan, sehingga guru harus menggali dan mengembangkannya ke dalam bentuk contoh yang lebih komprehensif. Diharapkan buku ini dapat bermanfaat dan diterapkan di sekolah, sehingga guru dapat mempersiapkan perangkat pembelajaran dengan baik.