PERMEN 58 TENTANG MATA PELAJARAN SENI BUDAYA
VIII. SENI BUDAYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum adalah sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk membangun kehidupan masa kini dan
masa akan datang bangsa, yang dikembangkan dari warisan nilai dan prestasi bangsa
di masa lalu, serta kemudian diwariskan serta dikembangkan untuk kehidupan masa
depan. Ketiga dimensi kehidupan bangsa, masa lalu, masa
sekarang, masa yang akan datang, menjadi landasan filosofis pengembangan
kurikulum. Pewarisan nilai dan prestasi bangsa di masa lampau memberikan dasar bagi
kehidupan bangsa dan individu sebagai anggota masyarakat. Modal nilai dan
prestasi yang digunakan dan dikembangkan
untuk membangun kualitas kehidupan bangsa dan individu yang diperlukan bagi
kehidupan masa kini, dan keberlanjutan
kehidupan bangsa dan warganegara di masa mendatang. Kurikulum selalu menempatkan peserta didik dalam
lingkungan sosial-budayanya, mengembangkan kehidupan individu peserta didik
sebagai warganegara yang tidak kehilangan kepribadian dan kualitas untuk
kehidupan masa kini yang lebih baik, dan membangun kehidupan masa depan yang lebih
baik lagi.
Kurikulum disusun
berdasarkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana telah dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara singkatnya,
undang-undang tersebut berharap pendidikan dapat membuat peserta didik menjadi
kompeten dalam bidangnya. Di mana kompeten tersebut, sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional yang telah disampaikan di atas, yaitu harus mencakup
kompetensi dalam ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagaimana
dijelaskan dalam penjelasan pasal 35 undang-undang tersebut.
Dengan demikian Kurikulum 2013 adalah dirancang dengan tujuan untuk
mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi
dan warganegara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Kurikulum adalah
instrumen pendidikan untuk dapat membawa insan Indonesia memiliki kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dibuat
buku pedoman yang dapat membantu mengimplementasikan kurikulum 2013. Buku
Pedoman ini disiapkan untuk dapat digunakan para guru, kepala dinas, kepala
sekolah, dan stakeholders dalam
Implementasi Kurikulum 2013 sesuai dengan kelas, dan jenjang pendidikan pada
mata pelajaran seni budaya. Buku pedoman ini memberi pedoman bagi para pengguna
mengenai (1) Karakteristik mata pelajaran Seni Budaya ; (2) Ruang lingkup
Kurikulum 2013; (3) desain pembelajaran; (4) model pembelajaran; (5) Media dan
sumber belajar ; (6) Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran; (7) Guru sebagai
Pengembang Kultur Sekolah
B. Tujuan
Buku pedoman guru mata pelajaran seni budaya bertujuan untuk
memberi panduan teknis dan praktis pada pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan
kurikulum 2013. Sasaran pengguna buku panduan ini adalah guru mata pelajaran,
pengawas sekolah, kepala sekolah, kepala dinas pendidikan dan stakeholders pada jenjang pendidikan
Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP).
C. Ruang Lingkup Buku Pedoman Mata Pelajaran Seni Budaya
Ruang lingkup buku pedoman mata pelajaran seni
budaya memuat tujuan, sasaran, karakteristik mata pelajaran seni budaya,
lingkup kompetensi inti dan kompetensi dasar serta materi pada setiap kelas
pada jenjang pendidikan, model pembelajaran,
desain pembelajaran, penilaian pembelajaran,
media dan sumber pembelajaran, serta guru sebagai pengembang kultur sekolah.
D. Sasaran
Buku pedoman
ini digunakan dalam rangka penyusunan dan pengelolaan KTSP oleh:
1) Dinas
pendidikan atau kantor kementrian agama dan kabupaten/kota sebagai penentu
materi muatan lokal dan pengembangan dan penyiapan tenaga pendidik serta sarana
prasana,
2) Pengawas yang melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan kurikulum,
3) Kepala
sekolah sebagai penentu langkah kebijakan pelaksanaan pembelajaran Seni Budaya,
4) Guru
bidang studi Seni Budaya sebagai pedoman pelaksanaan kurikulum ke dalam
pembelajaran,
5) Orang tua
yang dapat memberikan masukan terhadap jalannya pembelajaran seni Budaya dan
memberikan pendampingan terhadap peserta didik
6) Pihak-pihak terkait
yang dapat memberikan kontribusi
dalam menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013
BAB II
KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN SENI BUDAYA
A. Rasional
Mata pelajaran Seni Budaya merupakan aktivitas belajar yang menampilkan karya seni
estetis, artistik, dan kreatif yang berakar pada norma, nilai, perilaku, dan
produk seni budaya bangsa. Mata pelajaran ini
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memahami seni
dalam konteks ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta berperan dalam
perkembangan sejarah peradaban dan kebudayaan, baik dalam tingkat lokal,
nasional, regional, maupun global. Pembelajaran seni di tingkat pendidikan
dasar dan menengah bertujuan mengembangkan kesadaran seni dan keindahan dalam
arti umum, baik dalam domain konsepsi, apresiasi, kreasi, penyajian, maupun
tujuan-tujuan psikologis-edukatif untuk pengembangan kepribadian peserta didik
secara positif. Pendidikan Seni Budaya di sekolah tidak semata-mata dimaksudkan
untuk membentuk peserta didik menjadi pelaku seni atau seniman namun lebih
menitik beratkan pada sikap dan perilaku kreatif, etis dan estetis .
Pendidikan
Seni Budaya secara konseptual bersifat (1) multilingual,
yakni pengembangan kemampuan peserta didik mengekspresikan diri secara kreatif
dengan berbagai cara dan media, dengan pemanfaatan bahasa rupa, bahasa kata,
bahasa bunyi, bahasa gerak, bahasa peran, dan kemungkinan berbagai perpaduan di
antaranya. Kemampuan mengekspresikan diri memerlukan pemahaman tentang konsep
seni, teori ekspresi seni, proses kreasi seni, teknik artisitik, dan nilai
kreativitas. Pendidikan seni bersifat (2) multidimensional,
yakni pengembangan beragam kompetensi peserta didik tentang konsep seni,
termasuk pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis
unsur estetika, logika, dan etika. Pendidikan seni bersifat (3) multikultural, yakni menumbuh
kembangkan kesadaran dan kemampuan peserta didik mengapresiasi beragam budaya
nusantara dan mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis
yang memungkinkan peserta didik hidup secara beradab dan toleran terhadap
perbedaan nilai dalam kehidupan
masyarakat yang pluralistik. Sikap ini diperlukan untuk membentuk kesadaran peserta didik akan
beragamnya nilai budaya yang hidup di tengah masyarakat. Pendidikan seni
berperan mengembangkan (4) multikecerdasan,
yakni peran seni membentuk pribadi yang harmonis sesuai dengan perkembangan
psikologis peserta didik, termasuk kecerdasan intrapersonal, interpersonal,
visual-spasial, verbal-linguistik, musikal, matematik-logik,
jasmani-kinestetis, dan lain sebagainya.
B. Tujuan
Mata
Pelajaran Seni Budaya bertujuan untuk menumbuhkembangkan kepekaan rasa estetik
dan artistik, sikap kritis, apresiatif, dan kreatif pada diri setiap peserta
pendidik secara menyeluruh. Sikap ini hanya mungkin tumbuh jika dilakukan
serangkaian proses aktivitas berkesenian pada peserta didik. Mata pelajaran
Seni Budaya memiliki tujuan khusus, yaitu;
1. Menumbuhkembangkan sikap toleransi,
2. Menciptakan demokrasi yang beradab,
3. Menumbuhkan hidup rukun dalam masyarakat majemuk,
4. Mengembangkan kepekaan rasa dan keterampilan
5. Menerapkan teknologi dalam berkreasi
6. Menumbuhkan rasa cinta budaya dan menghargai warisan budaya Indonesia
7. Membuat pergelaran dan pameran karya seni.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran Seni Budaya memiliki 4 aspek
seni, yaitu:
(1) Seni Rupa
Apresiasi seni rupa, Estetika seni rupa, Pengetahuan bahan dan alat seni
rupa, Teknik penciptaan seni rupa, Pameran seni rupa, Evaluasi seni rupa,
Portofolio seni rupa. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama /
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) memuat penerapan ragam hias dan ilustrasi.
(2) Seni Musik
Apresiasi seni musik, Estetika seni musik, Pengetahuan bahan dan alat
seni musik, Teknik penciptaan seni musik, Pertunjukan seni musik, Evaluasi seni
musik, Portofolio seni musik. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama
/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) memuat pengenalan teknik vokal dan alat musik.
(3) Seni Tari
Apresiasi seni tari, Estetika seni tari, Pengetahuan bahan dan alat seni
tari, Teknik penciptaan seni tari, Pertunjukkan seni tari, Evaluasi seni tari,
Portofolio seni tari. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama /
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) mata pelajaran seni tari melakukan dan
mengkreasikan tari bentuk.
(4) Seni Teater
Apresiasi seni teater, Estetika seni teater, Pengetahuan bahan dan alat
seni teater, Teknik penciptaan seni teater, Pertunjukkan seni teater, Evaluasi
seni teater, Portofolio seni teater. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah
Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) memuat pengenalan teknik bermain
teater.
Dari ke-4 aspek mata pelajaran Seni Budaya yang tersedia, sekolah wajib
melaksanakan minimal 2 aspek seni.
D. Muatan Lokal
Sesuai dengan Kerangka
dasar dan Struktur Kurikulum tahun 2013, muatan lokal dapat diajarkan secara
terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya di SMP/MTs
atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya.
Muatan lokal merupakan bahan kajian pada satuan pendidikan yang berisi muatan
dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan
untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat
tinggalnya.
Muatan lokal sebagai
bahan kajian yang membentuk pemahaman terhadap potensi di daerah tempat
tinggalnya bermanfaat untuk memberikan bekal sikap, pengetahuan, dan
keterampilan kepada peserta didik agar:
(1)
Mengenal
dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya;
(2)
bekal
kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna
bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; dan
(3)
Memiliki
sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku
di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya
setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Intergrasi muatan lokal kedalam mata pelajaran seni
budaya dapat memberi peluang bagi guru untuk mengenalkan potensi-potensi seni
dan budaya lokal yang dekat dengan lingkungan pada peserta didik. Hal ini akan
memudahkan guru dan sekolah dalam menentukan sumber belajar, maupun narasumber
dari lokal. Peserta didik dapat di bawa ke kelompok, grup-grup seni, rumah atau
tempat seniman lokal berkarya, yang ada diwilayah terdekat. Bahkan terlibat
langsung pada peristiwa-peristiwa budaya lokal yang menjadi agenda budaya rutin
didaerahnya.
Dengan karakteristik mata pelajaran seni budaya
seperti demikian, dapat menjadi sarana konservasi dan pengembangan budaya
lokal, sehingga budaya tersebut terjaga kelestarian dan peluang untuk
pengembangannya tetap terbuka melalui lembaga pendidikan.
BAB III
KURIKULUM 2013
Permendikbud tentang Standar Isi
memuat kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang
lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan
karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Selanjutnya, tingkat
kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan peserta didik,
kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang.
Dalam usaha mencapai Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah
ditetapkan untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan, penguasaan kompetensi
lulusan dikelompokkan menjadi beberapa Tingkat Kompetensi. Tingkat kompetensi
menunjukkan tahapan yang harus dilalui untuk mencapai kompetensi lulusan yang
telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Tingkat Kompetensi merupakan kriteria capaian Kompetensi yang bersifat
generik yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada setiap tingkat kelas dalam
rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan. Berdasarkan Tingkat Kompetensi
tersebut ditetapkan Kompetensi yang bersifat generik yang selanjutnya digunakan
sebagai acuan dalam mengembangkan Kompetensi yang bersifat spesifik dan ruang
lingkup materi untuk setiap muatan kurikulum. Secara hirarkis, kompetensi
lulusan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan Kompetensi yang bersifat
generik pada tiap Tingkat Kompetensi. Kompetensi yang bersifat generik ini
kemudian digunakan untuk menentukan kompetensi yang bersifat spesifik untuk
tiap muatan kurikulum. Selanjutnya, Kompetensi dan ruang lingkup materi
digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada pengembangan kurikulum satuan
dan jenjang pendidikan.
Kompetensi yang bersifat generik mencakup 3 (tiga) ranah yakni sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi sikap spiritual dan
sikap sosial. Pemilahan ini diperlukan untuk menekankan pentingnya keseimbangan
fungsi sebagai manusia seutuhnya yang mencakup aspek spiritual dan aspek sosial
sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian,
Kompetensi yang bersifat generik terdiri atas 4 (empat) dimensi yang
merepresentasikan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.
Setiap Tingkat Kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses
pembelajaran dan penilaian. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran dan penilaian
pada tingkat yang sama memiliki karakteristik yang relatif sama dan
memungkinkan terjadinya akselerasi belajar dalam 1 (satu) Tingkat Kompetensi.
Selain itu, untuk Tingkat Kompetensi yang berbeda menuntut pembelajaran dan
penilaian dengan fokus dan penekanan yang berbeda pula. Semakin tinggi Tingkat
Kompetensi, semakin kompleks intensitas pengalaman
belajar peserta didik dan proses pembelajaran serta penilaian.
Kompetensi dalam setiap tingkat kompetensi akan menjadi Kompetensi Inti
pada setiap kelas atau program. Kompetensi Inti merupakan tingkat kemampuan
untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta
didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan
Kompetensi Dasar. Kompetensi inti
dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu.
Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada
kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti menggunakan rumusan
sebagai berikut:
1.
Kompetensi
Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;
2.
Kompetensi
Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;
3.
Kompetensi
Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan
4.
Kompetensi
Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan
kompetensi dasar dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari
suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai
dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:
1. Kelompok 1:
kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;
2. Kelompok 2:
kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
3. Kelompok 3:
kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; dan
4. Kelompok 4:
kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.
Pengorganisasi ruang lingkup materi seni budaya dikembangkan sesuai dengan prinsip mendalam
dan meluas, mulai dari jenjang SD/MI sampai dengan jenjang SMA/MA/SMK/MAK.
Prinsip mendalam berarti materi seni budaya
dikembangkan dengan materi pokok sama, namun semakin tinggi tingkat
kelas atau jenjang semakin mendalam pembahasan materi. Prinsip meluas berarti
lingkungan materi dari keluarga, teman pergaulan, sekolah, masyarakat, bangsa
dan negara, serta pergaulan dunia. Kedalaman dan keluasan materi dapat dilihat
dari rumusan kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang merupakan gradasi setiap kompetensi, yaitu :
1. Pengembangan KI dan KD ranah sikap jenjang SMP/MTs kemampuan menghargai dan menghayati.
2. Pengembangan KI dan KD ranah pengetahuan jenjang SMP/MTs kemampuan memahami dan menerapkan.
3. Pengembangan KI dan KD ranah ketrampilan jenjang SMP/MTs kemampuan mencoba, menyaji dan
menalar.
4. Ruang lingkup pengetahuan Jenjang SMP/MTs pengetahuan faktual, konsep,
dan prosedur.
5.
Lingkungan pengembangan pengetahuan pada jenjang
SMP/MTs pada sekolah dan pergaulan sabaya.
Adapun ruang lingkup kompetensi dan materi mata
pelajaran seni budaya dapat dirinci sebagai berikut :
Lingkup kompetensi dan materi mata pelajaran di SMP/MTs
Mata pelajaran Seni Budaya di SMP/MTs menekankan pada aspek apresiasi
dan kreasi, dalam ranah pendidikan dapat diurai menjadi kognitif, afektif dan
psikomotor. Ketiga ranah tersebut cara bekerjanya simultan dan tidak dapat
dipisahkan satu diantaranya, sedangkan dalam proses penciptaan seni, ditekankan
pada proses pengembangan kreativitas, menghargai dan menghayati perilaku jujur,
disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya
diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam
jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Seni Budaya melibatkan semua bentuk
kegiatan berupa aktivitas fisik dan cita rasa keindahan. Aktivitas fisik dan
cita rasa keindahan itu tertuang dalam kegiatan apresiasi, eksplorasi, eksperimentasi
dan kreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran. Masing-masing aktivitas
mencakup pembinaan dan pemberian fasilitas mengungkap gagasan seni,
keterampilan berkarya serta apresiasi dalam konteks sosial budaya masyarakat.
LEVEL
KOMPETENSI
|
KELAS
|
KOMPETENSI
|
RUANG
LINGKUP MATERI
|
4
|
VII -
VIII
|
· memahami keberagaman karya dan nilai seni budaya
· membandingkan masing-masing karya seni dan nilai
seni budaya untuk menemukenali/merasakan keunikan/keindahan
· menghargai, memiliki kepekaan dan rasa bangga
terhadap karya dan nilai seni budaya
· memahami teknik dasar dan mampu menerapkannya
dalam sajian karya dan telaah seni budaya
|
Seni Rupa
· Ragam hias pada bahan tekstil dan kayu
· Gambar model dan ilustrasi
·
Seni Musik
· Teknik
vokal
· Ansambel campuran
Seni Tari
· Elemen Tari
· Peragaan Tari
Seni Teater
· Teknik bermain teater
· Perencanaan pementasan teater
|
4a
|
IX
|
· memahami keberagaman karya dan nilai seni budaya
· membandingkan masing-masing karya nilai dan nilai
seni budaya untuk
menemukenali/merasakan keunikan/keindahan
· menghargai, memiliki kepekaan dan rasa bangga
terhadap karya dan nilai seni budaya
· memahami konsep, prosedur dan mampu menerapkannya
dalam sajian karya dan telaah seni budaya
|
Seni Rupa
· Lukis
· Patung
· Grafis
Seni Musik
· Kreasi
musik
· Penampilan musik
Seni Tari
· Komposisi tari
· Peragaan karya tari
Seni Teater
· Teknik bermain teater
· Konsep manajeman produksi
· Pertunjukkan teater
|
BAB
IV
DESAIN PEMBELAJARAN
A. Kerangka Pembelajaran
Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 merupakan
penjabaran dari kompetensi inti.
Kompetensi inti pertama berisi sikap religius, yang kedua berkenaan dengan sikap personal dan sosial,
kompetensi inti ketiga berkenaan dengan muatan pengetahuan, fakta, konsep,
prinsip sedangkan kompetensi inti keempat berkenaan dengan keterampilan.
Pembelajaran dilakukan dengan membahas kompetensi
dasar dari kompetensi inti ketiga dan keempat sedangkan kompetensi dasar dari
kompetensi inti pertama dan kedua selalu disertakan namun hanya dalam
administrasi penulisan saja sedangkan
pada pelaksanaan pembelajaran tidak dibahas.
Pencapaian kompetensi dilakukan melaui proses belajar aktif dengan aktivitas berkesenian seperti menggambar, membentuk, menyanyi, memainkan
lat musik, membaca partitur, menari, dan bermain peran serta membuat naskah
drama, menggubah lagu, membuat sipnosis tari dan membauat tulisan tentang
apresiasi seni.
Pada bagan di bawah ini pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan sikap
diramu dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan kompetensi yang dapat
diamati dan nyata yaitu meliputi :
·
Karya
bidang datar (2 dimensi) seperti;
gambar, desain, relief, motif hias
· Karya bentuk ruang (3 dimensi) seperti; rancangan
karya, benda kerajinan, patung, ukiran, tekstil
· Karya tulisan seperti; tulisan kritik seni,
partitur musik, sipnosis tari, naskah drama
·
Unjuk kerja
seperti; penampilan musik, tari, teater,
pameran dan,
·
Perilaku
seperti; empati, toleransi, apresiatif
|
B. Pendekatan Pembelajaran Seni
Budaya
Pembelajaran Seni Budaya merupakan proses pendidikan olah rasa membentuk
pribadi harmonis, dan menumbuhkan
multikecerdasan. Pembelajaran dilakukan
dengan aktivitas berkesenian
sehingga dapat meningkatkan
kemampuan sikap menghargai, memiliki
pengetahuan, dan keterampilan dalam berkarya dan menampilkan seni dengan
memperhatikan kebutuhan dan perkembangan peserta didik serta sesuai dengan konteks masyarakat dan
budayanya. Falsafah lama dari Kong Fu Chu mengatakan bahwa pembelajaran harus
dialami oleh peserta didik. Falsafah itu mengungkapkan bahwa saya dengar saya
lupa, saya lihat saya ingat dan saya lakukan saya mengerti. Lebih lanjut dapat
dilihat pada gambar berikut.
|
|
|
|
|
|
Gb kerucut aktivitas belajar dengan perolehan
pemahaman dan kompetensi yang dicapai
(sumber bahan belajar aktif
Balitbang dikbud 2007)
Aktivitas berkesenian merupakan kegiatan nyata dan konkret dilakukan
oleh peserta didik dalam pembelajaran
seni budaya. Pada tingkat awal atau di sekolah dasar dan pendidikan anak usia
dini, pembelajaran dilakukan dengan praktik dalam bentuk utuh, yaitu sebagai
media untuk ekspresi komunikasi dan kreasi. Pengenalan unsur-unsur rupa
dilakukan dengan kegiatan menggambar, membentuk, menggunting, menempel baru
ditunjukan dan ditemukan konsepnya, pengenalan elemen musik dilakukan dengan menggunakan lagu model yaitu lagu yang dikenal dan diminati
peserta didik kemudian baru ditunjukan elemen-elemen musiknya, pengenalan
wiraga, wirama dan wirasa dalam tari ditingkat dasar dimulai dengan gerak dan
lagu, sedangkan tingkat lanjutan mulai dikenalkan tari bentuk.
Penjabaran lebih lanjut dalam rencana
pembelajaran, aktivitas berkesenian muncul pada kompetensi dasar dari komptensi
inti keempat. Dengan demikian pembelajaran pada jenjang awal atau pada sekolah
dasar dan pendidikan anak usia dini dimulai dengan kompetensi dasar yang ada
pada kompetensi inti keempat, baru dikenalkan pengetahuan dan konsepnya. Hal ini dapat dilakukan karena aspek atau cabang seni
yang ada pada seni budaya mencakup seni rupa, musik dan tari pada sekolah dasar
dan ditambah teater pada sekolah menegah pertama dan mengenah atas. Keempat
cabang seni tersebut dapat dijadikan wahana kreativitas dan olah rasa walau
belum mengerti aturan mainnya. Cabang-cabang seni tersebut dapat diajarkan
secara terpadu atau berdiri sendiri. Pada jenjang sekolah lanjutan dapat
dipilih dua cabang seni sesuai dengan kondisi yang ada.
Pembelajaran pada tingkat lanjut atau pada sekolah
lanjutan pertama atau atas jika pemahaman mereka sudah baik pembelajaran dapat
diberikan melalui pengetahuan (kompetensi dasar dari kompetensi inti yang
ketiga) kemudian dipraktikan dalam suatu karya seni.
Pembelajaran
secara umum pada mata pelajaran seni budaya dilakukan dengan membahas kompetensi dasar
dari kompetensi inti ke-3 dan ke-4 saja, sedangkan kompetensi dasar dari
kompetensi inti ke-1 dan ke-2 selalu disertakan namun dalam administrasi
penulisan pada rencana pelaksanaan pembelajaran tidak dibahas secara dalam.
|
|
|
Gb Kompetensi dasar berkenaan dengan sikap,
ketrampilan dan pengetahuan merupakan
input dalam proses pembelajaran
C. Strategi dan Metode
Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran Seni Budaya
menggunakan pendekatan belajar aktif dan menyenangkan yang dilakukan melalui aktivitas berkesenian. Hal ini sesuai dengan pendekatan saintifik yang
dilakukan dengan aktivitas mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi dan
mengomunikasikan.
D.
Rancangan Pembelajaran
Pembelajaran Seni Budaya dilakukan dengan memberikan pengalaman estetik
mencakup konsepsi, apresiasi, kreasi dan koneksi. Keempat hal tersebut selaras
dengan Kompetensi Inti yang ada pada kurikulum 2013, pertama tentang
hubungannya dengan menjalankan ajaran agama yang dianutnya, kedua dengan
menerapkan nilai-nilai dalam mengapresiasi karya seni, ketiga dengan memahami
pengetahuan faktual berkaitan tentang materi seni budaya dan keempat melakukan aktivitas berkesenian yang meliputi berekspresi, berkreasi dan berapresiasi “belajar dengan seni,” “belajar melalui
seni” dan “belajar tentang seni.”
Lebih lanjut bahwa rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dikembangkan secara
rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP
mencakup:
1. Data sekolah, mata pelajaran, dan
kelas/semester;
2. Materi pokok;
3. Alokasi waktu;
4. Tujuan pembelajaran, KD dan indikator
pencapaian kompetensi;
5. Materi pembelajaran; metode pembelajaran;
6. Media, alat dan sumber belajar;
7. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran;
dan
8. Penilaian.
BAB V
MODEL PEMBELAJARAN
A.
Model-model
Pembelajaran
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat
digunakan guru pada pembelajaran mata pelajaran Seni Budaya diantaranya;
1) Model
Pembelajaran Kolaboratif
Pada model
pembelajaran kolaboratif kewenangan dan fungsi guru lebih bersifat direktif
atau manajer belajar, sebaliknya peserta didiklah yang harus lebih aktif.
a.
Guru dan
peserta didik saling berbagi informasi.
Dengan pembelajaran kolaboratif,
peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan
membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan
konsep pembelajaran sesuai dengan teori, serta mengaitkan kondisi sosiobudaya
dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai
pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara
rijid. Pada mata pelajaran Seni Budaya guru dan peserta didik dapat saling
bertukar pengalaman dalam berkreasi karya seni.
b. Berbagi tugas dan kewenangan.
Pada pembelajaran atau kelas
kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu.
Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri,
berbagi strategi dan informasi, menghormati antar peserta didik, mendorong
tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta
memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
Misalnya pada saat peserta didik merencanakan pergelaran dan pameran karya
seni.
c. Guru sebagai mediator.
Pada
pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau
perantara. Guru
berperan membantu menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang ada
serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebuntuan dan bersedia
menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar. Misalnya
guru menginformasikan sumber belajar seperti taman budaya, museum, sanggar,
galery, sentra industri seni kerajinan,
sekaligus membimbing dalam memanfaatkan sumber belajar tersebut.
d. Kelompok peserta didik yang heterogen.
Sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik yang tumbuh dan berkembang sangat penting
untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif peserta
didik dapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi
serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya.
Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas
peserta didik. Hal ini dapat dilakukan
pada saat kegiatan diskusi, apresiasi dan berkarya seni.
2) Model
Pembelajaran Berbasis Project Based
Learning
Model
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project
Based Learning=PjBL) adalah metoda pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil
belajar.
Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran
Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang
diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.
Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing
peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai
subjek (materi) dalam kurikulum. Misalnya mata pelajaran Seni Budaya aspek Seni Rupa, proses inquiry dimulai dengan memunculkan
pertanyaan penuntun bagaimanakah sebuah karya lukis diciptakan, kemudian guru
membimbing peserta didik dalam mencari informasi tentang teknik membuat karya
seni lukis.
Mengingat bahwa
masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka
Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik
untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna
bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia
nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pembelajaran
Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan
Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK
sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di
dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya dengan
“kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing.
Dengan pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK diperkenalkan
dengan suasana dan makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja. Dengan
demikian model pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah pembelajaran berbasis
proyek.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya
sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil
yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa. Untuk
itu disarankan menggunakan team teaching
dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang
belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional
class (teori), discussion group
(pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan
tugas mandiri), circle (presentasi).
Atau buatlah suasana belajar menyenangkan, bahkan saat diskusi dapat dilakukan
di taman, artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas.
Sebagai contoh dalam mempersiapkan
pergelaran tari atau musik, sesama guru Seni Budaya dapat bekerja sama sesuai
dengan perannya masing-masing. Misalnya guru Seni Rupa merancang dekorasi
panggung, guru Seni Teater membuat naskah pertunjukan dan seterusnya.
a.
Problem Based
Learning (PBL) adalah
kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang
masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang
membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah
atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Model pembelajaran berbasis masalah
dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang
kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat
menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.
Berikut ini 5 strategi dalam
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1)
Permasalahan
sebagai kajian.
2)
Permasalahan
sebagai penjajakan pemahaman.
3)
Permasalahan
sebagai contoh.
4)
Permasalahan
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5)
Permasalahan
sebagai stimulus aktivitas autentik.
Peran guru, peserta didik dan masalah
dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan berikut ini.
Guru sebagai Pelatih
|
Peserta Didik sebagai Problem Solver
|
Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi
|
o Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran).
o Memonitor pembelajaran.
o Probbing (menantang peserta didik untuk berpikir).
o Menjaga agar peserta didik terlibat.
o Mengatur dinamika kelompok.
o Menjaga berlangsungnya proses.
|
o Peserta yang aktif.
o Terlibat langsung dalam pembelajaran.
o Membangun pembelajaran.
|
o Menarik untuk dipecahkan.
o Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya
dengan pelajaran yang dipelajari.
|
Tujuan dan hasil dari model
pembelajaran berbasis masalah ini adalah:
1)
Keterampilan
berpikir dan keterampilan memecahkan masalah
Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2)
Pemodelan
peranan orang dewasa.
Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani
perbedaan/jarak antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang
lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Berikut ini aktivitas-aktivitas
mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan.
·
PBL
mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
Hal ini dapat
dilakukan melalui kegiatan pameran karya seni rupa atau pergelaran karya seni
musik, tari dan teater melalui kerjasama dengan seniman atau lembaga kesenian
profesional.
·
PBL
memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan
yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memilih peran yang
diamati tersebut.
Untuk siswa SMK/MAK
elemen magang dapat dilakukan melalui kerjasama dengan dunia usaha dan dunia
industri.
3)
Belajar
Pengarahan Sendiri (self directed
learning)
Pembelajaran berbasis masalah
berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa
yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah
bimbingan guru. Contoh dalam
pembelajaran Seni Budaya peserta didik tidak harus menguasai semua bidang seni,
melainkan sesuai dengan minat dan bakatnya.
3) Model
Pembelajaran Discovery Learning
Model Discovery
Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi pada peserta didik yang tidak begitu saja menerima
materi pembelajaran secara final, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri.
Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery
Learning can be defined as the learning that takes place when the student is
not presented with subject matter in the final form, but rather is required to
organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide
Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan
aktif dalam belajar di kelas.
Problem Solving lebih memberi tekanan pada
kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas
dalam Discovery Learning adalah
materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam
bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk
mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi
sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka
ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Sebagai
contoh : sebelum peserta didik membuat karya seni tari, diawali dengan langkah
mengamati hal yang terkait dengan tema,
selanjutnya peserta didik menemukan sesuatu yang baru untuk diaplikasikan dalam
sebuah karya melalui eksplorasi. Kemudian akan dibandingkan, dikaitkan antara
karya yang baru dengan karya yang lain untuk menghasilkan karya yang dapat
dipergelarkan.
Dengan
mengaplikasikan metode Discovery Learning
secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang
bersangkutan. Penggunaan metode Discovery
Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan
kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher
oriented ke student oriented.
Mengubah modus Ekspositori peserta didik hanya menerima informasi secara
keseluruhan dari guru ke modus Discovery
kepada peserta didik menemukan informasi sendiri, sampai mengomunikasikan.
Komunikasi dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang
dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya.
Pada akhirnya
yang menjadi tujuan dalam metode Discovery
Learning adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada peserta
didiknya untuk menjadi seorang problem
solver. Melalui kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya,
menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
B. Pemilihan
Model Pembelajaran
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam memilh model pembelajaran yaitu:
1.
Keadaan
murid yang mencakup tingkat kematangan dan perbedaan individu.
2.
Tujuan yang
hendak dicapai
3.
Situasi
yang mencakup hal yang umum, seperti situasi kelas, situasi lingkungan
4.
Alat-alat
yang tersedia
5.
Kemampuan
guru
6.
Sifat bahan
pengajaran
Contoh :
- Dalam kelas yang heterogen, model pembelajaran
kolaboratif dapat dilakukan
misalnya dalam pembahasan materi
estetika yang dibahas secara bersama-sama (kolaboratif) antara seni rupa,
musik, tari dan teater.
- Model pembelajaran Discovery dapat diterapkan
misalnya dalam bidang Seni Tari melalui proses menirukan dan mengembangkan
gerak untuk pengembangan
kreativitas peserta didik.
C.
Kaitan
Materi dan Model Pembelajaran
Guru sebelum melakukan pembelajaran perlu melakukan
analisis terhadap materi dan menentukan model yang sesuai. Hal ini disebabkan
setiap materi memiliki karakteristik tertentu sehingga tidak semua model dapat
digunakan. Berikut contoh model pembelajaran yang dapat digunakan dalam
menerapkan pembelajaran Seni Budaya terkait dengan materi yang terdapat dalam
KI 3 dan KI 4.
1.
Model Pembelajaran Terkait Materi Seni Budaya (Aspek Seni
Rupa)
Pada materi yang terkait dengan pengetahuan dan
keterampilan, model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya problem based learning, karena model ini
dapat membantu peserta didk dalam memecahkan masalah yang belum diketahuinya
atau dapat berbagi informasi antar peserta didik. Ketika model ini dilaksanakan
di kelas, guru dapat menilai perilaku peserta didik dalam mengemukakan
pendapatnya, sehingga sikap yang ditampilkan dapat memberikan informasi kepada
guru tentang perilaku yang seharusnya dilakukan peserta didik saat kegiatan
tanya jawab dan mengomunikasikan apa yang ingin disampaikan.
Khususnya pada KI 3 model ini sangat
memungkinkan digunakan guru, karena pada KI ini berisi pengahuan secara
konseptual, namun demikian dapat digunakan untuk memecahkan permaslahan di KI 4
yang berisi keterampilan sebagai implementasi dari KI 3.
Contoh : Untuk memberikan pemahaman tentang
prosedur berkarya dalam Seni Rupa dapat diawali dengan memberikan stimulus
berupa teknik membuat karya lukis, kemudian peserta didik mempunyai informasi
yang lebih luas tentang teknik membuat karya lukis tersebut.
2.
Model Pembelajaran Terkait Materi Seni Budaya (Aspek Seni Musik)
Pada materi yang terkait dengan keterampilan,
metode pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya Proyek Based Learning (PjBL),
karena model ini diwajibkan untuk membuat suatu karya seni yang dapat
ditampilkan. Waktu yang diberikan guru untuk pementasan karya seni tersebut
dibagi menjadi beberapa tahapan, sehingga peserta didik harus memiliki
perencanaan agar karya seni yang akan ditampilkan sesuai dengan jadwal yang
diberikan guru.
Contoh :
Pada pembelajaran Seni Musik, dalam
mempersiapkan pementasan Seni Musik guru membuat jadwal yang dimulai dari
perencanaan, proses latihan, dan pementasan. Peserta didik harus mentaati
jadwal tersebut, agar pementasan dapat dilakukan tepat waktu, untuk itu peserta
didik dapat berbagi tugas dan bekerjasama antar teman sejawat sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki peserta didik.
3.
Model Pembelajaran Terkait Materi Seni Budaya (Aspek Seni Tari)
Materi Seni Tari yang terkait dengan
pembelajaran berkarya seni tari, guru dapat menggunakan model Discovery Learning, karena model ini diharapkan
agar peserta didik dapat menemukan suatu karya tari yang baru sesuai dengan
kreativitas peserta didik. Kegiatan eksplorasi, improvisasi dan forming dalam
membuat karya tari, peserta didik akan menemukan karya tari berdasarkan tema
yang dipilih peserta didik
4.
Model Pembelajaran Terkait Materi Seni Budaya (Aspek Teater)
Untuk
materi teater, salah satu model yang dapat digunakan adalah
Kooperatif
Learning, karena model ini lebih
menekankan kepada kerjasama antar peserta didik, dan guru
dengan peserta didik. Sebagai contoh dalam penulisan naskah untuk pementasan.
Guru sebagai mediator dalam membuat naskah membantu peserta didik dalam
menemukan ide cerita menarik bagi
peserta didik, tetapi juga sesuai dengan karakteristik dan kemampuan
ber-acting dalam memainkan tokoh cerita yang dibawakan.
BAB VI
PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Strategi Dasar Penilaian Seni Budaya
Standar penilaian tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia No. 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan.
Standar Penilaian bertujuan untuk menjamin:
a.
Perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai berdasarkan prinsip-prinsip penilaian;
b.
Pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif,
efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan
c. Pelaporan
hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil
keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran, baik
menggunakan instrumen tes maupun non-tes.
Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup; penilaian otentik,
penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu
tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.
Dalam penilaian kurikulum 2013 memiliki
cakupan beberapa ketentuan sesuai dengan rumusan kompetensi inti (KI) yaitu:
a) KI-1:
kompetensi inti sikap spiritual.
b) KI-2:
kompetensi inti sikap sosial.
c) KI-3:
kompetensi inti pengetahuan.
d) KI-4:
kompetensi inti keterampilan.
Sedangkan untuk setiap materi pokok tertentu
terdapat rumusan KD untuk setiap aspek KI. Dengan demikian terdapat 4 KD materi
pokok sebagai berikut:
1) KD pada KI-1: aspek sikap spiritual
(untuk matapelajaran tertentu bersifat generik, artinya berlaku untuk seluruh
materi pokok).
2) KD pada KI-2: aspek sikap sosial (untuk
matapelajaran tertentu bersifat relatif generik, namun beberapa materi pokok
tertentu ada KD pada KI-3 yang berbeda dengan KD lain pada KI-2).
3) KD pada KI-3: aspek pengetahuan
4) KD pada KI-4: aspek keterampilan
B.
Bentuk
dan Teknik Penilaian Pada Mata Pelajaran Seni Budaya
Berbagai
teknik penilaian hasil Belajar Seni
Budaya yang digunakan untuk
penilaian kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam Sistem
Penilaian Kelas sebagai berikut:
1.
Penilaian
Kompetensi Sikap
Pendidik melakukan
penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman
sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang
digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai
rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
a.
Observasi
merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan
menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.
Lembar observasi dapat
disusun guru sesuai dengan KD dan aspek seni yang dipelajari, sehingga
penilaian dalam bentuk observasi ini dapat melengkapi penilaian lainnya, agar
perilaku peserta didik dapat lebih diamati dengan baik. Pada pembelajaran Seni
Budaya lembar observasi biasanya berupa pengamatan dalam kegiatan
mengeksplorasi dan berkreasi seni.
Contoh :
Lembar pengamatan
peserta didik dalam untuk kegiatan Menirukan Gerak Tari Tradisi
No
|
Nama Siswa
|
Perilaku yang diamati
|
|||
Keterbukaan
|
Kerajinan
|
Keaktifan
|
Kedisiplinan
|
||
1
|
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
|
4
|
|
|
|
|
|
b. Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya
dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar
penilaian diri. Instrumen penilaian diri dibuat guru sesuai dengan KD dan
indikator yang ingin dicapai, khususnya pada kemampuan mengapresiasi dan
berkreasi seni. Berdasarkan penilaian diri, maka guru akan memberikan perbaikan
pembelajaran terhadap peningkatan kompetensi melalui remedial, sedangkan untuk
peserta didik yang memiliki kompetensi unggul maka guru dapat memberikan
pengayaan. Penilaian diri memerlukan kejujuran dari peserta didik, untuk itu
harus dilengkapi dengan penilaian antarpeserta didik.
Pada mata pelajaran Seni Budaya indikator kreatifitas, mandiri dan
bertanggung jawab menjadi tujuan. Kreatifitas merupakan salah satu kompetensi
yang harus dimiliki dalam berkesenian, demikian pula kemandirian. Rasa tanggung
jawab menjadi warga negara yang baik dapat direfleksikan melalui pemahaman
terhadap berkehidupan bernegara seperti menghormati keberagaman budaya antar
etnis, Sehingga mempunyai rasa memiliki terhadap budayanya sendiri dan
menghargai budaya orang lain.
c. Penilaian
antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik
untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang
digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik. Instrumen ini membantu
dalam memberikan informasi ketika peserta didik melakukan penilaian diri.
d. Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan
di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan
kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
2. Penilaian
Kompetensi Pengetahuan
Pendidik
menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
a. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda,
isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian
dilengkapi pedoman penskoran.
b. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
c. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau
projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik
tugas. Instrumen penugasan sering digunakan pada mata pelajaran Seni Budaya,
khususnya pada komptensi yang menekankan kepada apresiasi seni.
3. Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai
kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang
menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang
digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
dilengkapi rubrik.
1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon
berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan
tuntutan kompetensi. Tes praktik sangat umum digunakan untuk mengukur
kompetensi keterampilan dalam mengekspresikan dan berkaya seni.
Contoh:
Kemampuan
mengekspresikan tari kreasi tradisi yang dapat diidentifikasi melalui
dimensi-dimensi dari variabel kemampuan menari, sehingga indikator-indikator
yang harus dicapai dapat dirumuskan sesuai dengan tujuan pencapain hasil
belajar menari tersebut
Aspek
|
Komponen
|
Skor
|
Bobot
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
Wiraga
|
1. Melakukan teknik gerak
2. Melakukan gerak penghubung
3. Kelancaran melakukan
gerak dari awal hingga akhir
|
|
|
|
|
50%
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
Wirama
|
4. Kesesuain gerak dengan irama
5. Kesesuaian gerak dengan ritme
6. Ketepatan gerak dengan
Hitungan
|
|
|
|
|
30%
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
Wirasa
|
7. Ekspresi gerak
8. Harmonisasi gerak
9. Keserasian antara gerak dengan ekspresi wajah
(karakter)
|
|
|
|
|
20%
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
Jumlah
Keseluruhan
|
|
|
|
|
|
Keterangan Kriteria
Penilaian (Rubrik)
No. Butir
|
Aspek yang diamati
|
|
1
|
4
|
Jika siswa mampu melakukan pengembangan teknik gerak berdasarkan tari
tradisi
|
3
|
Jika siswa mampu melakukan pengembangan teknik gerak tetapi tidak
berdasarkan tari tradisi
|
|
2
|
Jika siswa kurang mampu melakukan pengembangan teknik gerak
berdasarkan tari tradisi
|
|
1
|
Jika siswa tidak mampu melakukan pengembangan teknik gerak berdasarkan
tari tradisi
|
|
2
|
4
|
Jika siswa mampu melakukan gerak penghubung dengan baik
|
3
|
Jika siswa mampu melakukan gerak penghubung tetapi kurang jelas dalam
melakukannya
|
|
2
|
Jika siswa mampu melakukan gerak penguhubung tetapi tidak dapat
melakukannya dengan baik
|
|
1
|
Jika siswa tidak mampu melakukannya gerak penghubung
|
|
3
|
4
|
Jika siswa mampu menarikan dengan lancar gerak dari awal sampai akhir
|
3
|
Jika siswa mampu menarikan dengan kurang lancar gerak dari awal sampai
akhir
|
|
2
|
Jika siswa mampu menarikan dengan tidak lancar gerak dari awal sampai
akhir
|
|
1
|
Jika siswa tidak mampu menarikan gerak dari awal sampai akhir
|
|
4
|
4
|
Jika siswa mampu menari sesuai dengan irama
|
3
|
Jika siswa mampu menari kurang sesuai dengan irama
|
|
2
|
Jika siswa mampu menari tidak sesuai dengan irama
|
|
1
|
Jika siswa mampu menari sangat tidak sesuai dengan irama
|
|
5
|
4
|
Jika siswa mampu menari sesuai dengan ritme
|
3
|
Jika siswa mampu menari kurang sesuai dengan ritme
|
|
2
|
Jika siswa mampu menari tidak sesuai dengan ritme
|
|
1
|
Jika siswa mampu menari sangat tidak sesuai dengan ritme
|
|
6
|
4
|
Jika siswa mampu menari sesuai dengan hitungan gerak
|
3
|
Jika siswa mampu menari, tetapi kurang sesuai dengan hitungan gerak
|
|
2
|
Jika siswa mampu menari, tetapi tidak sesuai dengan hitungan gerak
|
|
1
|
Jika siswa tidak mampu menari dan tidak sesuai dengan hitungan gerak
|
|
7
|
4
|
Jika siswa mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
|
3
|
Jika siswa kurang mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
|
|
2
|
Jika siswa mampu mengekspresikan gerak, namun kurang sesuai dengan
tema tari
|
|
1
|
Jika siswa tidak mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
|
|
8
|
4
|
Jika siswa mampu menari dengan harmonis
|
3
|
Jika siswa kurang mampu menari dengan harmonis
|
|
2
|
Jika siswa mampu menari tidak memperhatikan harmonis
|
|
1
|
Jika siswa tidak mampu menari dengan harmonis
|
|
9
|
4
|
Jika siswa mampu menari dengan serasi antara gerak dengan ekspresi
wajah (karakter)
|
3
|
Jika siswa mampu menari tanpa memperhatikan keserasian antara gerak
dengan ekspresi wajah (karakter)
|
|
2
|
Jika siswa kurang mampu menari dengan serasi antara gerak dengan
ekspresi wajah (karakter)
|
|
1
|
Jika siswa tidak mampu menari dengan serasi antara gerak dengan
ekspresi wajah (karakter)
|
2)
Projek
adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam
waktu tertentu. Penilaian projek dalam pembelajaran Seni Budaya dapat dilakukan
guru pada kegiatan pameran atau pergelaran seni, selain itu juga dapat dalam
bentuk membuat laporan, ulasan atau kritik seni yang dipresentasikan peserta
didik.
Pada penilaian projek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a. Kemampuan
pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari
informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
b. Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan
tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
c. Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil
karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadap proyek peserta didik.
Penilaian Projek dilakukan mulai dari perencanaan,
proses pengerjaan sampai dengan akhir projek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan
yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale dan checklist.
3) Penilaian produk
adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian
produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk
teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung,
lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan
penilaian yaitu:
a. Tahap persiapan,
meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan
mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
b. Tahap pembuatan
produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi
dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
c. Tahap penilaian
produk (appraisal), meliputi:
penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau
analitik.
a.
Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari
produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
b. Cara analitik,
yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua
kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Contoh:
Penilaian produk untuk materi Seni Rupa dilakukan
terhadap tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian
psikomotorik mendapatkan porsi lebih besar dibandingkan dengan kognitf dan
afektif.
Di bawah ini adalah contoh penilaian terhadap hasil
karya siswa.
No.
|
Aspek Penilaian
|
Skor
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
A
|
MELUKIS
|
|
|
|
|
1
|
Ide/gagasan
|
|
|
|
|
2
|
Komposisi
|
|
|
|
|
3
|
Kreativitas
|
|
|
|
|
4
|
Kerapihan dan
kebersihan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4) Penilaian portofolio adalah penilaian yang
dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang
tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat,
perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu
tertentu. Penilaian portofolio diberikan agar karya peserta didik
didokumentasikan dengan baik sebagai pendukung dalam kemampuan menilai
kemampuan diri. Portofolio dalam mata
pelajaran Seni Budaya dapat berupa kumpulan hasil karya Seni Rupa atau
karya-karya seni dalam bentuk VCD dan deskripsi karya seni.
C.
Pelaksanaan
Penilaian dan Pelaporan Hasil Belajar
Pelaksanaan penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara
berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta
didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Penilaian hasil
belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus
sebagai acuan dalam membuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal
semester. Setelah menetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih teknik
penilaian sesuai dengan indikator dan mengembangkan instrumen serta pedoman
penyekoran sesuai dengan teknik penilaian yang dipilih.
2. Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran
diawali dengan penelusuran dan diakhiri dengan tes dan/atau nontes. Penelusuran
dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman
belajar sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.
3. Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu
dilakukan dengan mengacu pada indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata
pelajaran yang diintegrasikan dalam tema tersebut.
4. Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih
lanjut untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada
peserta didik disertai balikan (feedback) berupa komentar yang mendidik
(penguatan) yang dilaporkan kepada pihak terkait dan dimanfaatkan untuk
perbaikan pembelajaran.
5. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
a) Nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi,
untuk hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan termasuk
penilaian hasil pembelajaran tematik-terpadu.
b) Deskripsi
sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial.
6.
Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala
sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru Bimbingan
dan Konseling, dan orang tua/wali) pada periode yang ditentukan.
7. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan
sosial dilakukan oleh semua pendidik selama satu semester, hasilnya diakumulasi
dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi kompetensi oleh wali kelas/guru
BAB
VII
MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
A. Media
Media pembelajaran merupakan salah satu sarana
penting dalam menyampaikan materi. Media pembelajaran dapat menjembatani
keterbatasan ruang, waktu, dan tenaga di dalam pelaksanaan pembelajaran. Media
audio visual dan audio dapat menjangkau ruang dan waktu tanpa batas. Media juga
dapat menggantikan peran guru di dalam pembelajaran. Kehadiran guru pada
kondisi tertentu dapat digantikan oleh media.
Pakar pembelajaran Gagne memberikan definisi
yaitu, media adalah berbagai jenis komponen dalam
lingkungan peserta didik yang dapat merangsang untuk belajar. Briggs memberikan definisi tentang media
pembelajaran yaitu segala alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar. Gagne dan Briggs sepakat menyatakan bahwa media pembelajaran memiliki fungsi sebagai; (1)
Memperjelas penyajian pesan; (2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya
indra; (3) Mengatasi sikap pasif peserta didik; (4) Memberikan pengalaman sama
kepada setiap peserta didik.
Dale seorang pakar media pembelajaran membuat
piramida dan membagi dua bagian yaitu pembelajaran aktif dan pembelajaran
pasif. Hubungan antara media dengan pembelajaran dapat dilihat pada kedua
piramida di bawah ini:
Ada tiga jenis media yaitu audio (media dengar),
visual (media lihat), dan audio visual (media pandang dengar). Media audio
antara lain tape rekorder, peralatan yang dapat menimbulkan bunyi, Visual Compact Disc (VCD). Media visual antara lain gambar, foto, peraga, leaflet, pamlet, buku, majalah, koran, modul. Media audio visual antara lain
film, animasi, video, game, YouTube. Mata pelajaran seni budaya
dapat memanfaatkan ketiga jenis media sebagai sarana untuk memudahkan dalam
pembelajaran.
B. Sumber Belajar
Sumber belajar pada mata pelajaran seni budaya
dapat berupa audio, visual dan audio visual. Pada mata pelajaran Seni Budaya
materi pembelajaran dapat digali dari berbagai sumber belajar baik visual,
audio maupun audio visual. Sedangkan jenis sumber belajar audio seperti kaset
rekorder, CD, suara, radio, dongeng. Jenis sumber belajar visual antara lain
buku, majalah, koran, alam semesta, pameran, sentra industri, museum, galeri,
sanggar seni, reklame, poster. Jenis sumber belajar audio visual antara lain TV,
DVD, pertunjukan.
Di dalam materi pembelajaran seni rupa sumber
belajar yang paling sesuai dengan menggunakan visual contohnya alam semesta
dapat dijadikan sebagai sumber ide dalam berkarya baik dua dimensi maupun tiga
dimensi. Materi pembelajaran seni musik lebih sesuai dengan sumber belajar
audio karena salah satu membangun kepekaan rasa dengan cara mendengar. Materi
pembelajaran seni tari lebih sesuai dengan menggunakan sumber belajar audio
visual dimana akan terlihat antara gerak dengan suara atau iringan. Sedangkan
materi pembelajaran seni teater lebih sesuai dengan menggunakan ketiga sumber
belajar tersebut karena pada saat pertunjukan antara visual, audio, dan audio
visual saling mendukug. Guru mata pelajaran seni budaya harus dapat
mengidentifikasi dan menentukan sumber belajar yang tepat sesuai dengan
kompetensi dasar yang ada. Hal ini dikarena setiap kompetensi dasar memiliki
perbedaan materi pembelajaran.
BAB
VIII
GURU SENI BUDAYA SEBAGAI PENGEMBANG BUDAYA DI SEKOLAH
Dalam aktivitas
pendidikan di sekolah dikembangkan budaya sekolah yang berbasis kepada
ajaran-ajaran agama dan kebiasaan-kebiasaan baik yang dikembangkan dari budaya
setempat. Budaya Sekolah adalah tradisi sekolah yang tumbuh dan berkembang
sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah. Tradisi itu mewarnai
kualitas kehidupan sebuah sekolah. Ditunjukkan dari yang paling sederhana,
misalnya cara mengatur parkir kendaraan guru, peserta didik, dan tamu. Cara
memasang hiasan di dinding-dinding ruangan, sampai dengan persoalan-persoalan
menentukan seperti kebersihan kamar kecil, situasi proses pembelajaran di
ruang-ruang kelas, cara kepala sekolah memimpin rapat bersama staf, merupakan
bagian integral dari sebuah budaya sekolah (Pengembangan Budaya Sekolah,
Depdiknas, 2004)
Budaya sekolah
dikembangkan dalam upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif sehingga
pada akhirnya akan melahirkan insan-insan pendidikan yang memiliki karakter dan
kepribadian yang baik.
Kultur sekolah
dikembangkan dengan terus menerus menggali kebiasaan-kebiasaan yang berkembang
dalam budaya daerah setempat maupun budaya global. Kultur sekolah yang baik
menjadi salah satu penentu keberhasilan penyelenggaraan proses pendidikan.
Kultur sekolah yang baik diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan
yang tidak hanya memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif
Dalam kaitannya dengan pengembangan kultur sekolah
guru harus menjadi teladan sesuai dengan prinsip yang diajarkan oleh Ki Hajar
Dewantara : “ing ngarso sung tulodo.” Guru harus menjadi teladan bagi peserta didik terhadap pelaksanaan
kultur sekolah agar peserta didik menjadi pribadi yang diharapkan sesuai tujuan
pendidikan.
Sebagaimana pendapat Djoyonegoro (Suyanto dan Abbas
2001:148) , berbagai perbekalan yang diberikan di sekolah oleh guru pada
hakikatnya untuk meningkatkan tiga nilai dasar yaitu: (1) membangun atau
membentuk siswa yang memiliki orientasi kedepan dengan ciri-ciri antara lain
luwes, tanggap terhadap perubahan, dan memiliki semangat berinovasi, (2)
senantiasa punya hasrat untuk mengeksploitasi lingkungan dan kekuatan-kekuatan
alam, artinya tidak hanya tunduk pada nasib, sebaliknya senantiasa berusaha
memecahkan masalah dan mengasai IPTEK, (3) memiliki orientasi terhadap karya yang
bermutu atau punya achievement penilaian yang tinggi terhadap hasil
karya. Untuk menuju internalisasi nilai-nilai dimaksud siswa harus dipacu
motivasinya untuk berprestasi dan
semangat belajarnya demi terwujudnya kinerja siswa yang dicita-citakan setiap
sekolah.
Nilai-nilai yang harus dikembangkan guru sebagai
teladan antara lain ;
1. Senantiasa tampil sebagai pribadi yang sholeh dalam pengamalan
nilai-nilai
agama.
2. Memiliki komitmen untuk terus belajar dalam upaya mengembangkan
pengetahuan dan wawasannya.
3. Menjadi pribadi yang terbuka terhadap pendapat orang lain.
4. Menjadi pribadi yang mampu bersosialisasi dalam masyarakat yang
heterogen dengan mengembangkan
sikap saling tolong menolong dan
bergotong royong.
5. Mencintai lingkungan dan senantiasa berorientasi pada pelestarian alam
dalam setiap tindakannya.
6. Menampilkan sikap jujur dan kemandirian.
Dari sisi lain sekolah
sebagai lembaga pendidikan juga harus dikembangkan sebagai lingkungan aktivitas
belajar dan sumber belajar.
Menurut Oemar Hamalik
(2001: 28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu
melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah:
pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan
sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.Sedangkan, Sardiman A.M.
(2003 : 22) menyatakan: “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri
manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep
ataupun teori”.
Jadi dalam aktivitas
belajar guru harus semaksimal mungkin memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai
pusat aktivitas belajar dan sumber belajar. Belajar tidak melulu harus dalam
ruang kelas, tapi bisa di halaman sekolah. Belajar tidak hanya dari buku atau
slide, tetapi bisa langsung dari kondisi nyata yang ada di lingkungan sekolah.
Berdiskusi tidak mesti harus dengan meja di ruang kelas, tetapi bisa juga di
bawah pohon yang ada di lingkungan sekolah. Meneliti tidak selalu harus di
laboratorium, tetapi bisa juga di tempat pembuangan sampah yang ada di sekolah.
Dalam kaitannya dengan
mata pelajaran Seni Budaya, guru dapat memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai
sumber ide/gagasan, obyek dalam berkarya seni, tempat berlatih seni dan
memamerkan atau mempergelarkan sebuah pertunjukan seni. Dalam rangka
mengembangkan sekolah sebagai sumber belajar dan lingkungan aktivitas belajar
perlu dikembangkan kerjasama antara guru dengan beberapa pihak, seperti :
1. Guru mata pelajaran dengan guru mata pelajaran lain
Tak bisa dipungkiri lagi bahwasannya pengetahuan
berkembang dan dikembangkan melalui kerjasama beberapa disiplin ilmu. Kerjasama
antar guru mata pelajaran yang berbeda dimasudkan agar materi-materi pokok yang
akan diberikan kepada peserta didik memiliki keberagaman cakupan
pengetahuan, sehingga aplikasinya dalam
kehidupan nyata mampumemecahkan berbagai persoalan yang ada. Sebagai contoh ;
guru seni budaya dapat bekerjasama dengan guru bidang studi IPA dalam
pengembangan bahan ajar, misalnya untuk materi : bahan dan media dalam karya
seni rupa.
2. Guru dengan peserta didik
Hubungan antara guru dengan peserta didik
harus dikembangkan secara lebih luas dalam kaitannya dengan pengembangan
pengetahuan. Peserta didik tidak boleh lagi dipandang hanya sebagai pihak
penerima pengetahuan tetapi juga sebagai unsur pengembang pengetahuan.
Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh peserta didik secara mandiri harus
mampu diserap oleh guru dalam upaya mengembangkan pembelajaran. Guru juga dapat
mengajak peserta didik untuk melakukan eksperimen dalam upaya memanfaatkan alam
serta lingkungan untuk menghasilkan
karya seni yang bermanfaat bagi masyarakat atau lingkungan itu sendiri.
3. Guru dengan orangtua
Orangtua sebagai bagian dari stakeholder dapat diajak berperan serta
dalam rangka menciptakan iklim belajar yang lebih variatif. Dalam hal ini
orangtua yang berprofesi sebagai seniman profesional dapat dijadikan sumber
belajar dengan ikut memberikan pengetahuan sebagai pengaya dari yang sudah
disampaikan guru, maupun dengan sharing
pengalaman. Melalui bentuk yang lain, orangtua dapat diajak bekerjasama dalam
menyelenggarakan sebuah pameran atau pergelaran seni.
4. Guru dengan masyarakat
Masyarakat adalah komunitas yang mendukung
terselenggaranya suatu proses pendidikan. Tapi masyarakat juga sumber belajar
yang terbuka dan terus menerus mengembangkan dirinya. Peran serta masyarakat
yang utama dalam kerjasamanya dengan sekolah-khususnya guru adalah menjadi
pihak yang mengapresiasi hasil karya yang dibuat oleh komunitas pendidikan di sekolah. Peran serta yang lebih nyata adalah
melibatkan masyarakat dalam ikut memanfaatkan hasil karya yang dibuat oleh
peserta didik atau masyarakat dilatih untuk dapat berkreasi sendiri dan
memanfaatkan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan mereka senidiri juga.
BAB
IX
PENUTUP
Penyusunan Buku Pedoman Mata Pelajaran Seni Budaya dimaksudkan sebagai
petunjuk bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013 di masing-masing
tingkat satuan pendidikan. Guru dapat menggunakan buku ini dan mengembangkannnya
sesuai dengan karakteristik sekolah dan peserta didik, sehingga sangat
memungkinkan guru untuk berkreativitas dalam memodifikasi materi dan model
pembelajaran.
Buku pedoman ini bukanlah satu-satunya pedoman yang digunakan guru,
tetapi guru dapat mencari sumber lain sebagai pengayaan untuk memperkuat
kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah.
Pada beberapa bagian hanya berupa contoh yang dipaparkan, sehingga guru
harus menggali dan mengembangkannya ke dalam bentuk contoh yang lebih
komprehensif. Diharapkan buku ini dapat bermanfaat dan diterapkan di sekolah,
sehingga guru dapat mempersiapkan perangkat pembelajaran dengan baik.